Langsung ke konten utama

JEBAKAN BATMAN ANTROPOSEN

 

Salah satu peradaban yang paling gemilang di masa lampau, Mesopotamia, ini bisa runtuh karena perilaku eksploitatif yang terlalu mubazir sehingga alam punya kemauan untuk meruntuhkannya. Begitupun dengan sekarang, ketika orang-orang mulai mengglorifikasikan "Cogito Ergo Sum", tampaknya kehancuran semakin dekat di depan mata. 


Bahwa kerusakan alam yang disebabkan oleh antroposen ini justru mematikan antroposen itu sendiri. Salah satu fakta psikologis yang paling terasa adalah munculnya sindrom kecemasan dari tingkat lokal hingga global ketika suhu bumi mulai mengalami peningkatan sekarang ini. Proyek-proyek deforestasi, gentrifikasi, industrialisasi, dan teknikalisme, yang semangatnya bertumpu pada antroposen faktanya memberi sumbangsih bagi kematian antroposen sendiri.


Ketika situasi mulai tampak mengkhawatirkan, upaya pertolongan pertama yang paling dekat adalah mengupayakan bagaimana caranya agar manusia tetap eksis di tengah kehancuran ekosistem. Demi menghindari kematian mendadak, proyek keberlanjutan hidup yang bertolak dari asumsi dasarnya adalah mengeksploitasi sambil menghidupkan kehidupan butuh perjuangan ekstra keras. 


Membabat habis satu hektar pohon dalam satu wilayah akan diganti dengan satu hektar pohon lagi. Optimisnya adalah agar kehidupan tetap berlanjut. Beginilah proyek keberlanjutan hidup bekerja, namun pertanyaannya adalah apakah proses eksploitatif akan berhenti? Atau malah tetap berlanjut? Proyek keberlanjutan hidup semestinya harus dilihat dalam perspektif yang lebih kritis. 


Meskipun laju deforestasi dapat dinetralisir melalui program penanaman seribu pohon, tapi keinginan merealisasikan kenikmatan materialistik faktanya tidak dapat dinetralisir. Dengan kata lain, program penanaman seribu pohon ini justru berpeluang untuk terus melakukan deforestasi. Hal ini karena prinsip dasar dibalik program penanaman seribu pohon adalah merealisasikan kenikmatan materialistik semata.


Realitas di atas menunjukkan bahwa antroposen berusaha mengendalikan kesehatan lingkungan hidup kita, malah membuat kita terjebak di dalam proyek antroposen itu sendiri. Sekarang ini, melalui proyek keberlanjutan hidup, kita malah terjebak di dalam jebakan batman antroposen. Kira-kira begitulah realitanya. 


Ambon, 12 Agustus 2023

MKR Pelupessy

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permainan Hidup

Di saat realita berganti wajah,  kau hadir, selalu tanpa esensi.  Kadang kau bahagia, hari ini kau sengsara,  besok kau memuakkan.  Hidup. Memang sebatas permainan.  Gelar yang kau bawa ke mana-mana,  di tempel di atas almanak,  undangan, koran, brosur, pamflet,  dan sejenisnya,  tak ku temukan esensi di sana.  Memang, hidup hanya sebatas permainan.  Aku melihat, sarjana hukum,  tak paham arti keadilan.  Aku melihat, sarjana ekonomi,  tak paham arti kesejahteraan.  Aku melihat, sarjana fisika, kimia, tak paham arti keharmonisan alam.  Aku melihat, sarjana sosiologi,  tak paham arti kerukunan.  Aku melihat, sarjana politik.  tak paham arti etika politik.  Aku melihat, sarjana filsafat,  tak paham arti kebijaksanaan. Kau hadir, selalu tanpa esensi.  Memang, hidup sebatas permainan.  Hanya sedikit yang p aham arti keadilan, kesejahter...

Jalan-jalan ke Benteng Amsterdam, Bertemu Putri Duyung-nya Rumphius

Hari ini, beta ingin menceritakan tentang pengalaman beta jalan-jalan ke benteng Amsterdam, desa Hila, kecamatan Leihitu, Maluku Tengah. Di Maluku, benteng-benteng peninggalan Portugis, Belanda, dan Spanyol terlampau banyak.  Ada benteng Victoria di pusat kota Ambon, benteng Durstede di pulau Saparua, benteng Orange di Ternate, benteng Kastela, benteng Toloko, dan masih banyak lagi. Hadirnya beberapa benteng ini membuktikan bahwa Maluku pada masanya sempat menjadi pusat perniagaan rempah-rempah.  Dalam beberapa catatan sejarah, seperti yang di tulis Adnan Amal, bahwa setiap benteng memiliki fungsinya masing-masing. Misalnya, benteng Victoria atau benteng Kastela, biasanya digunakan sebagai kantor Gubernur. Ada juga benteng yang berfungsi sebagai lokasi pertahanan, seperti benteng Toloko.  Selain itu, ada juga benteng yang digunakan sebagai tempat penyimpanan rempah-rempah (loji), seperti benteng Amsterdam. Benteng Amsterdam ialah salah-satu benteng yan...

"MITOS PRIBUMI MALAS"

( Ilustrasi pribumi. Lukisan ) Istilah "mitos pribumi malas" ini saya temui dari buku hasil penelitian yang ditulis Tania Murray Li dan Pujo Semedi (2022). Buku itu berjudul "Hidup Bersama Raksasa". Maksudnya, masyarakat hidup bersama perusahaan perkebunan. Kembali ke soal istilah, "Apakah pribumi kita benar-benar berwatak pemalas? Ataukah ini hanya mitos saja agar kita merasa inferior dalam mengelola sumber daya yang ada secara mandiri dan harmonis?" Jika kita periksa lembar-lembar sejarah, kita akan temui banyak fakta tentang mustahilnya pribumi kita punya watak pemalas. Kalau pribumi kita pemalas, maka tidak mungkin waktu itu pribumi kita bisa membuat perahu lalu mengarungi samudra sampai ke Madagaskar. Mustahil juga pribumi kita waktu itu melakukan perdagangan internasional sampai di anak benua India, lalu dari situ bahan-bahan dagang kita (putik cengkih, lada, dan pala) tersebar ke seluruh Eropa.  Usaha pribumi kita melakukan perdagangan internasional...

Baileo sebagai Tempat Musyawarah ("Hablumminannas?)

Baileo (rumah adat), di berbagai negeri/desa punya bentuk/arsitektur yang cukup beragam. Ada Baileo patasiwa dan ada patalima. Ulasan patasiwa dan patalima punya kontroversi tersendiri (bisa baca di buku Bartels). Karena kontroversi, maka Beta tidak masuk ke pembahasan tsb. Beta mau lihat, sejauhmana makna bangunan Baileo ini dibalik kepala orang Maluku. Baileo identik dengan istilah "balai" (istilah ini masih di perdebatkan), adalah tempat musyawarah para tetuah. Dalam sejarah manusia (bisa baca buku Yuval Noah Harari), masyarakat mulai mengenal sistem musyawarah ini sejak manusia lepas dari sistem berburu-meramu-nomaden. Harari mengatakan, perpindahan dari sistem berpikir nomaden ke masyarakat "fiksi - kognitif" yang mengandalkan akal sebagai alat musyawarah, adalah loncatan peradaban yang sangat luar biasa sekali. Artinya, jika kita turunkan ulasan ini ke makna "Baileo" maka sebetulnya masyarakat kita zaman dulu punya sistem berpikir yang s...