Langsung ke konten utama

PSIKOLOGI KRITIS (Sedikit Catatan)


"Jangan-jangan, psikologi yang saya pahami adalah buah dari kerja-kerja relasi kuasa di luar sana, yang saya tidak mengerti, tapi diam-diam masuk dan kita meyakininya sebagai kebenaran. Parahnya, kita mempraktikkannya tanpa kesadaran kritis" (Jumat, 11 Oktober 2024). 


Asumsi itu muncul setelah saya baru selesai mengikuti kegiatan Konferensi Nasional yang diadakan oleh Fakultas Psikologi UGM. Kegiatan ini mengangkat tema "Menyala Indonesiaku: Psikologi sebagai Pilar Kesehatan Mental Generasi Emas".


Dalam kegiatan itu, ada satu kajian yang menarik perhatian saya yakni, psikologi diskursus atau psikologi kritis. Sebuah kajian yang sedang saya minati belakangan ini. Berikut ini adalah sedikit dari catatan saya mengenai kegiatan itu yang kemudian saya gabungkan/menyadur dari artikel Prof. Teguh Wijaya Mulya. 


..................


Teori-teori psikologi yang sudah mapan belum tentu dapat digunakan secara langsung untuk membaca fenomena psikologis di Indonesia. Perlu melihat teori-teori yang sudah mapan itu menggunakan perspektif kritis dari Michael Foucault. 


Isu yang paling banyak dibicarakan dalam psikologi ialah terkait kesehatan mental. Kesehatan mental kerap berkelindan secara rumit dengan politis, sosial, bahkan kapitalis, misalnya keputusan pemerintah untuk menanggung atau tidak menanggung obat psikiatris, dan hasrat perusahaan farmasi mengejar profit. 


Kesehatan mental adalah konsep yang politis-ideologis, dalam artian melibatkan relasi kuasa yang mungkin opresif. 


"Diskursus apa saja yang beroperasi di balik kesehatan mental, apa konsekuensinya, dan alternatif apa yang tersedia?". 


Psikologi diskursif merupakan cabang psikologi yang menerapkan teori-teori diskursus untuk menelaah perilaku manusia. Istilah diskursus bermakna wacana.... terkait dengan operasi kekuasaan. Dimana psikologi dilihat dalam kaitannya dengan relasi kuasa (ada pengaruh kekuasaan "ideologi" yang secara tersembunyi masuk ke dalam teori-teori psikologi). 


Psikologi kemudian berubah menjadi alat kekuasaan untuk secara objektif menjustifikasi kondisi psikologis mana yang tampak tidak sehat dan mana yang sehat. Psikologi diskursif mencoba membongkar teori-teori psikologi yang sudah mapan (dari Barat). 


Kebahagiaan, kesejahteraan, dan memanusiakan manusia sesungguhnya hanyalah "cara" agar "sumber daya" (yang dimiliki manusia) ini tetap produktif. Apakah ini manusiawi? Jangan-jangan, "sumber daya" manusia hanyalah memosisikan manusia sebagai objek kapitalis. 


Diskursus kapitalisme neoliberal juga beroperasi dibalik konsep kesehatan mental. Yang paling banyak disoroti ialah perusahaan-perusahaan farmasi yang meraih profit menggunung seiring merebaknya diagnosis psikiatris. Marketisasi obat-obat psikotropika adalah contoh paling nyata adanya pengaruh kapitalisme dalam dunia psikologi. Padahal obat-obat psikotropika ini memiliki efek samping bagi klien. Disinilah tampaknya program kesehatan mental telah menjadi komoditas. 


Mungkin, program kesehatan mental itu hanya dikhususkan pada golongan tertentu saja (kelas menengah ke atas) tapi bukan kepada golongan lainnya. "Jangan-jangan psikologi hanya ilmu yang diciptakan dari, oleh, dan untuk golongan tertentu saja. 


Referensi:

1. Presentasi Prof. Vina Adriany

2. Artikel Prof. Teguh Wijaya Mulya, Kontestasi Dikursif dibalik Konsep dan Praktik Kesehatan Mental: Kekuasaan, Kolonialisme, dan Kapitalisme. Terbit tahun 2021 oleh Himpunan Psikologi Indonesia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Islam Masuk ke Siri-Sori Islam

Sampai detik ini, sejarah masuknya Islam ke pulau Saparua, tepatnya di negeri Siri-Sori Islam masih menjadi misteri. Ada pendapat mengatakan bahwa masuknya Islam ke Siri-Sori Islam tepat pada tahun 1212 masehi. Apakah pendapat ini benar demikian? Wallahua’lam. Jika kita mengatakan Islam masuk ke Saparua, tepatnya di Siri-Sori Islam pada abad 11/12 masehi, maka bisa dikatakan bahwa pendapat itu “hampir” benar adanya. Memang, pada abad 11/12 masehi ini Islam masuk ke Nusantara dibawa saudagar muslim asal Persia. Buktinya ialah pengaruh bahasa Persia dikalangan kerajaan-kerajaan Nusantara tentang kebiasaan duduk “bersila”. Kata “bersila” ini diserap dari kitab ‘Ajaib Al-Hind dikarang oleh muslim Persia bernama Buzurg bin Shariyar Al-Ramhurmuzi abad 11 masehi. Sekarang, mari kita tengok budaya kerajaan kita (di Siri-Sori Islam), apakah ada kebiasaan duduk “bersila” di hadapan raja? Wallahua’lam. Kalau kita lihat budaya kita, mustahil ada budaya duduk bersila dihadapan raja. Artinya, hal in...

Kata "Tabea" sebagai Wujud Perilaku Sopan-santun Orang Maluku - Malut

Dialah Dieter Bartels, antropolog asal Jerman yang sudah puluhan tahun melakukan studi di Maluku, mengatakan bahwa, meskipun orang Maluku itu punya watak keras dan terkadang diperankan sebagai "preman" di kota-kota besar, namun banyak juga orang Maluku yang punya perangai cerdas, cerdik, dan berpengetahuan luas. Artinya, stigma keras kepala alih-alih kurang beradab yang melekat pada orang Maluku ialah suatu kekeliruan yang cukup besar.  Orang Maluku yang beradab ini dapat kita lihat dalam praktik kebudayaan, ada terselip nilai-nilai etis yang sangat tinggi. Salah-satu budaya yang dapat kita perlihatkan di sini ialah kata "tabea", biasa dipakai dalam komunikasi sehari-hari atau dalam upacara adat tertentu. Hampir setiap daerah yang ada di Indonesia bagian timur, kata "tabea" ini tak asing lagi di dengar khayalak umum.  Di Bone, Sulawesi Selatan, misalnya, ada kata "tabea" (dengan penghilangan huruf a menjadi tabe). Beta pernah dengar ...

Kata "Tabea" sebagai Bentuk Motivasi Orang Maluku - Malut

Di artikel sebelumnya, beta telah ulas mengenai kata "tabea" sebagai wujud perilaku sopan-santun. Sekarang ini, beta akan bahas perihal kata tabea sebagai "daya tonjok psikologis" atau bisa kita maknai sebagai motivasi diri. Kata "tabea" biasa dipraktikkan ketika seorang pemuda berjalan di depan orang tua, maka ia harus nunduk sambil membungkukkan badan, terus ia katakan "tabea - permisi".  Adakalanya juga kata "tabea" ini muncul dalam praktik tarian-tarian adat di Maluku, seperti tarian soya-soya (di Maluku Utara), dan sesekali kata itu juga diteriakkan para penari dalam tarian cakelele. Selain itu, kata tabea juga muncul dalam tradisi "arumbai manggurebe". Para kapitan atau malesi dalam beberapa kesempatan upacara adat, setelah mereka menutup sambutan akan dibarengi dengan teriakan, "tabea!" (dengan suara lantang), sontak masyarakat yang mendengar juga meneriakkan kata yang sama, "tabea!".  ...