Langsung ke konten utama

Keunikan Sholat Tarawih di Masjid Baiturrahman Siri-Sori Islam


Sampai saat ini, masih belum jelas kapan penduduk Siri-Sori memeluk agama Islam. Namun yang pasti, sesuai keyakinan masyarakat setempat bahwa ada satu ulama besar yang berasal dari Baghdad pada masa kekhalifahan Abbasiyah sempat menyiarkan agama Islam di Siri-Sori.

Ulama tersebut bernama Maulana Syaikh Abdurrahman Assagaf. Di samping itu, ada juga ulama dari Tuban Jawa Timur yang sempat singgah di desa Siri-Sori mengajarkan agama Islam. Masyarakat setempat memanggil nama ulama asal Tuban tersebut dengan Abdullah.

Berkat para ulama-ulama tersebut, akhirnya penduduk Siri-Sori memeluk agama Islam. Pengajaran agama Islam terus dilanjutkan oleh para mubalig setempat, seperti Tuan Guru Haji Nawawe Saimima, Tuan Guru Haji Bakari Pelupessy, Tuan Guru Haji Anas Holle, Tuan Guru Haji Said Pelupessy, dan Tuan Guru Haji Hasan Kaplale. Para Tuan-tuan guru inilah yang melanjutkan perjuangan dalam mengajarkan agama Islam di desa Siri-Sori. Alfatihah untuk mereka semua.

Ada satu pengajaran yang dititipkan oleh para tuan guru untuk masyarakat Siri-Sori Islam ialah teriakan “alaee..!” Sampai detik ini, belum ditemukan data yang jelas kapan konsepsi teriakan “alaee..!” mulai dipraktikkan masyarakat setempat. Di samping itu, belum ditemukan juga apa yang mendasari masyarakat setempat meneriakkan kata “alae..!” tersebut.

Teriakan “alae..!” biasanya dilakukan sepanjang salat tarawih oleh para jamaah secara bersama-sama. Teriakan ini dilakukan usai salam dan setelah lantunan-lantunan selawat serta bacaan taradhdhi.

Teriakan “alae..!” biasanya dengan suara yang keras dan menggema sampai ke seantero negeri Siri-Sori Islam.

Uniknya, bagi siapa yang mendengar teriakan “alae..!” ini pasti tersentak dan lebih semangat mengerjakan salat tarawih 20 rakaat (dikerjakan tiap dua rakaat) plus witir 3 rakaat (dua plus satu rakaat. Mungkin inilah yang mendasari teriakan “alae..!” harus dilakukan untuk membangkitkan semangat jamaah salat tarawih. Semoga tradisi teriakan “alae..!” masih tetap terjaga sampai anak-cucu kelak. 

Catatan: Artikel itu beta tulis dan di terbitkan oleh media nasional ALIF.ID salah-satu media yang concern dalam kajian "Keberislaman dalam Kebudayaan" di Indonesia.

Qashai Pelupessy
Yogyakarta
Senin, 20 Mei 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Islam Masuk ke Siri-Sori Islam

Sampai detik ini, sejarah masuknya Islam ke pulau Saparua, tepatnya di negeri Siri-Sori Islam masih menjadi misteri. Ada pendapat mengatakan bahwa masuknya Islam ke Siri-Sori Islam tepat pada tahun 1212 masehi. Apakah pendapat ini benar demikian? Wallahua’lam. Jika kita mengatakan Islam masuk ke Saparua, tepatnya di Siri-Sori Islam pada abad 11/12 masehi, maka bisa dikatakan bahwa pendapat itu “hampir” benar adanya. Memang, pada abad 11/12 masehi ini Islam masuk ke Nusantara dibawa saudagar muslim asal Persia. Buktinya ialah pengaruh bahasa Persia dikalangan kerajaan-kerajaan Nusantara tentang kebiasaan duduk “bersila”. Kata “bersila” ini diserap dari kitab ‘Ajaib Al-Hind dikarang oleh muslim Persia bernama Buzurg bin Shariyar Al-Ramhurmuzi abad 11 masehi. Sekarang, mari kita tengok budaya kerajaan kita (di Siri-Sori Islam), apakah ada kebiasaan duduk “bersila” di hadapan raja? Wallahua’lam. Kalau kita lihat budaya kita, mustahil ada budaya duduk bersila dihadapan raja. Artinya, hal in...

Kata "Tabea" sebagai Wujud Perilaku Sopan-santun Orang Maluku - Malut

Dialah Dieter Bartels, antropolog asal Jerman yang sudah puluhan tahun melakukan studi di Maluku, mengatakan bahwa, meskipun orang Maluku itu punya watak keras dan terkadang diperankan sebagai "preman" di kota-kota besar, namun banyak juga orang Maluku yang punya perangai cerdas, cerdik, dan berpengetahuan luas. Artinya, stigma keras kepala alih-alih kurang beradab yang melekat pada orang Maluku ialah suatu kekeliruan yang cukup besar.  Orang Maluku yang beradab ini dapat kita lihat dalam praktik kebudayaan, ada terselip nilai-nilai etis yang sangat tinggi. Salah-satu budaya yang dapat kita perlihatkan di sini ialah kata "tabea", biasa dipakai dalam komunikasi sehari-hari atau dalam upacara adat tertentu. Hampir setiap daerah yang ada di Indonesia bagian timur, kata "tabea" ini tak asing lagi di dengar khayalak umum.  Di Bone, Sulawesi Selatan, misalnya, ada kata "tabea" (dengan penghilangan huruf a menjadi tabe). Beta pernah dengar ...

Kata "Tabea" sebagai Bentuk Motivasi Orang Maluku - Malut

Di artikel sebelumnya, beta telah ulas mengenai kata "tabea" sebagai wujud perilaku sopan-santun. Sekarang ini, beta akan bahas perihal kata tabea sebagai "daya tonjok psikologis" atau bisa kita maknai sebagai motivasi diri. Kata "tabea" biasa dipraktikkan ketika seorang pemuda berjalan di depan orang tua, maka ia harus nunduk sambil membungkukkan badan, terus ia katakan "tabea - permisi".  Adakalanya juga kata "tabea" ini muncul dalam praktik tarian-tarian adat di Maluku, seperti tarian soya-soya (di Maluku Utara), dan sesekali kata itu juga diteriakkan para penari dalam tarian cakelele. Selain itu, kata tabea juga muncul dalam tradisi "arumbai manggurebe". Para kapitan atau malesi dalam beberapa kesempatan upacara adat, setelah mereka menutup sambutan akan dibarengi dengan teriakan, "tabea!" (dengan suara lantang), sontak masyarakat yang mendengar juga meneriakkan kata yang sama, "tabea!".  ...

PSIKOLOGI KRITIS (Sedikit Catatan)

"Jangan-jangan, psikologi yang saya pahami adalah buah dari kerja-kerja relasi kuasa di luar sana, yang saya tidak mengerti, tapi diam-diam masuk dan kita meyakininya sebagai kebenaran. Parahnya, kita mempraktikkannya tanpa kesadaran kritis" (Jumat, 11 Oktober 2024).  Asumsi itu muncul setelah saya baru selesai mengikuti kegiatan Konferensi Nasional yang diadakan oleh Fakultas Psikologi UGM. Kegiatan ini mengangkat tema "Menyala Indonesiaku: Psikologi sebagai Pilar Kesehatan Mental Generasi Emas". Dalam kegiatan itu, ada satu kajian yang menarik perhatian saya yakni, psikologi diskursus atau psikologi kritis. Sebuah kajian yang sedang saya minati belakangan ini. Berikut ini adalah sedikit dari catatan saya mengenai kegiatan itu yang kemudian saya gabungkan/menyadur dari artikel Prof. Teguh Wijaya Mulya.  .................. Teori-teori psikologi yang sudah mapan belum tentu dapat digunakan secara langsung untuk membaca fenomena psikologis di Indonesia. Perlu melihat ...