Langsung ke konten utama

Tradisi Pukul Sapu


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ‘tradisi’ ialah segala sesuatu seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran dan sebagainya, yang turun-temurun dari nenek moyang.

Di Indonesia, kita memiliki banyak sekali tradisi. Salah-satunya ialah tradisi pukul sapu yang ada di Maluku. Tepatnya di desa Mamala, Maluku Tengah. Tradisi ini biasanya dilakukan pada 7 Syawal setelah Idul Fitri.

Tradisi pukul sapu sudah ada sejak abad 16 silam. Tradisi ini bermula saat tiga orang tokoh penting di Mamala ingin mendirikan sebuah masjid. Pada waktu itu, yang paling pertama dibutuhkan untuk membangun sebuah masjid ialah kayu.

Ketiga orang tokoh tersebut bersama masyarakat pergi ke hutan untuk menebang pohon. Kayu-kayu yang diperoleh tidak boleh disambung, karena demi menjaga kekuatan dan keutuhan bangunan masjid. Sebab itu mereka mencari solusi bagaimana caranya agar kayu-kayu tetap utuh memanjang tanpa disambung.

Beberapa kali solusi ditawarkan namun selalu gagal. Singkat cerita, tiba-tiba salah-satu dari ketiga tokoh penting tersebut yang bernama Imam Tuny mendapat ilham dari Allah SWT.

Petunjuk Allah SWT kepada Imam Tuny, “Hai Imam Tuny, ambillah minyak kelapa dan bacakan kepadanya ayat-ayat suci Alquran. Setelah itu, oleskan minyak tersebut ke kayu yang patah dan kemudian tutuplah dengan kain putih. Terus buka kain itu dan saksikan apa yang terjadi”.

Melalu petunjuk tersebut, Imam Tuny lalu menceritakan kepada dua orang tokoh lainnya. Hasil cerita Imam Tuny langsung diyakini dan di lakukan oleh kedua orang tokoh tersebut bersama para masyarakat. Alhasil, kayu yang tadinya patah menjadi tersambung setelah dioleskan minyak kelapa yang telah dibacakan ayat-ayat suci Alquran.

Takjub dengan kekuasaan Allah SWT, maka ketiga orang tokoh itu berpikir bahwa kalaupun pada kayu saja mendapat keberkahan lantas bagaimana dengan manusia?

Berangkat dari situlah, mereka bersepakat untuk melakukannya pada manusia. Melalui musyawarah, disepakatilah tanggal percobaan kepada manusia menggunakan lidi aren.

Setiap orang membentuk sebuah kelompok dan saling-pukul menggunakan lidi aren. Badan yang tadinya mulus-bersih pun keluar darah akibat pukulan lidi aren. Luka-luka yang ada di sekujur tubuh kemudian dioleskan minyak kelapa yang telah dibacakan ayat-ayat suci Alquran. Beberapa saat setelah itu luka-luka menjadi kering dan sembuh.

Membentuk Perilaku Prososial

Tradisi pukul sapu sangat berdampak positif bagi penguatan keyakinan masyarakat Mamala kepada Allah. Seperti yang diketahui bahwa salah-satu rukun iman ialah percaya kepada kitabullah. Tradisi pukul sapu pun ternyata sudah menegaskan rukun iman tersebut. Hal ini terlihat ketika minyak kelapa yang telah dibacakan ayat-ayat suci Alquran, diyakini dapat menyembuhkan luka yang terkena pukulan lidi aren.

Di samping itu, tradisi pukul sapu juga dapat membentuk perilaku prososial masyarakat Mamala. Yaitu setelah acara pukul sapu, setiap orang yang menjadi peserta saling bersuka-cita mengoles minyak kelapa ke tubuh teman-temannya yang terluka. Hal ini memperlihatkan adanya perilaku prososial.

Eisenberg dan Mussen mengartikan perilaku prososial sebagai tindakan sukarela yang dimaksudkan untuk membantu orang lain atau kelompok tertentu.

Penelitian yang dilakukan Cowie dari the international journal of emotional education tahun 2014 mengatakan bahwa perilaku prososial berkaitan dengan sikap toleransi individu dalam kelompok.

Penelitian Noorden, Haselager, Cillessen, dan Bukowski dari journal youth adolescent tahun 2015 mengatakan bahwa perilaku prososial dapat meminimalkan perilaku antisosial.

Penelitian Katz dan Moore dari journal violence and victims tahun 2013 berpendapat bahwa perilaku prososial dapat mencegah perilaku destruktif dalam hubungan kelompok pertemanan.

Serta penelitian Saarento, Boulton dan Salmivalli dari journal abnormal child psychology tahun 2015 mengatakan bahwa perilaku prososial dapat meminimalkan perilaku bullying.

Itulah sejarah singkat tradisi pukul sapu dan efek positifnya, baik secara keimanan maupun psikologis bagi masyarakat Mamala, Maluku. Semoga tradisi ini tetap terjaga sampai anak-cucu kelak. Amin.

Catatan: Artikel itu beta tulis dan di terbitkan oleh media nasional ALIF.ID salah-satu media yang concern pada kajian "Keberislaman dalam Kebudayaan" di Indonesia.

Qashai Pelupessy
Ambon - Maluku 
Rabu, 12 Juni 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permainan Hidup

Di saat realita berganti wajah,  kau hadir, selalu tanpa esensi.  Kadang kau bahagia, hari ini kau sengsara,  besok kau memuakkan.  Hidup. Memang sebatas permainan.  Gelar yang kau bawa ke mana-mana,  di tempel di atas almanak,  undangan, koran, brosur, pamflet,  dan sejenisnya,  tak ku temukan esensi di sana.  Memang, hidup hanya sebatas permainan.  Aku melihat, sarjana hukum,  tak paham arti keadilan.  Aku melihat, sarjana ekonomi,  tak paham arti kesejahteraan.  Aku melihat, sarjana fisika, kimia, tak paham arti keharmonisan alam.  Aku melihat, sarjana sosiologi,  tak paham arti kerukunan.  Aku melihat, sarjana politik.  tak paham arti etika politik.  Aku melihat, sarjana filsafat,  tak paham arti kebijaksanaan. Kau hadir, selalu tanpa esensi.  Memang, hidup sebatas permainan.  Hanya sedikit yang p aham arti keadilan, kesejahter...

Jalan-jalan ke Benteng Amsterdam, Bertemu Putri Duyung-nya Rumphius

Hari ini, beta ingin menceritakan tentang pengalaman beta jalan-jalan ke benteng Amsterdam, desa Hila, kecamatan Leihitu, Maluku Tengah. Di Maluku, benteng-benteng peninggalan Portugis, Belanda, dan Spanyol terlampau banyak.  Ada benteng Victoria di pusat kota Ambon, benteng Durstede di pulau Saparua, benteng Orange di Ternate, benteng Kastela, benteng Toloko, dan masih banyak lagi. Hadirnya beberapa benteng ini membuktikan bahwa Maluku pada masanya sempat menjadi pusat perniagaan rempah-rempah.  Dalam beberapa catatan sejarah, seperti yang di tulis Adnan Amal, bahwa setiap benteng memiliki fungsinya masing-masing. Misalnya, benteng Victoria atau benteng Kastela, biasanya digunakan sebagai kantor Gubernur. Ada juga benteng yang berfungsi sebagai lokasi pertahanan, seperti benteng Toloko.  Selain itu, ada juga benteng yang digunakan sebagai tempat penyimpanan rempah-rempah (loji), seperti benteng Amsterdam. Benteng Amsterdam ialah salah-satu benteng yan...

"MITOS PRIBUMI MALAS"

( Ilustrasi pribumi. Lukisan ) Istilah "mitos pribumi malas" ini saya temui dari buku hasil penelitian yang ditulis Tania Murray Li dan Pujo Semedi (2022). Buku itu berjudul "Hidup Bersama Raksasa". Maksudnya, masyarakat hidup bersama perusahaan perkebunan. Kembali ke soal istilah, "Apakah pribumi kita benar-benar berwatak pemalas? Ataukah ini hanya mitos saja agar kita merasa inferior dalam mengelola sumber daya yang ada secara mandiri dan harmonis?" Jika kita periksa lembar-lembar sejarah, kita akan temui banyak fakta tentang mustahilnya pribumi kita punya watak pemalas. Kalau pribumi kita pemalas, maka tidak mungkin waktu itu pribumi kita bisa membuat perahu lalu mengarungi samudra sampai ke Madagaskar. Mustahil juga pribumi kita waktu itu melakukan perdagangan internasional sampai di anak benua India, lalu dari situ bahan-bahan dagang kita (putik cengkih, lada, dan pala) tersebar ke seluruh Eropa.  Usaha pribumi kita melakukan perdagangan internasional...

Baileo sebagai Tempat Musyawarah ("Hablumminannas?)

Baileo (rumah adat), di berbagai negeri/desa punya bentuk/arsitektur yang cukup beragam. Ada Baileo patasiwa dan ada patalima. Ulasan patasiwa dan patalima punya kontroversi tersendiri (bisa baca di buku Bartels). Karena kontroversi, maka Beta tidak masuk ke pembahasan tsb. Beta mau lihat, sejauhmana makna bangunan Baileo ini dibalik kepala orang Maluku. Baileo identik dengan istilah "balai" (istilah ini masih di perdebatkan), adalah tempat musyawarah para tetuah. Dalam sejarah manusia (bisa baca buku Yuval Noah Harari), masyarakat mulai mengenal sistem musyawarah ini sejak manusia lepas dari sistem berburu-meramu-nomaden. Harari mengatakan, perpindahan dari sistem berpikir nomaden ke masyarakat "fiksi - kognitif" yang mengandalkan akal sebagai alat musyawarah, adalah loncatan peradaban yang sangat luar biasa sekali. Artinya, jika kita turunkan ulasan ini ke makna "Baileo" maka sebetulnya masyarakat kita zaman dulu punya sistem berpikir yang s...