Langsung ke konten utama

Jalan-jalan ke Benteng Amsterdam, Bertemu Putri Duyung-nya Rumphius


Hari ini, beta ingin menceritakan tentang pengalaman beta jalan-jalan ke benteng Amsterdam, desa Hila, kecamatan Leihitu, Maluku Tengah. Di Maluku, benteng-benteng peninggalan Portugis, Belanda, dan Spanyol terlampau banyak. 

Ada benteng Victoria di pusat kota Ambon, benteng Durstede di pulau Saparua, benteng Orange di Ternate, benteng Kastela, benteng Toloko, dan masih banyak lagi. Hadirnya beberapa benteng ini membuktikan bahwa Maluku pada masanya sempat menjadi pusat perniagaan rempah-rempah. 

Dalam beberapa catatan sejarah, seperti yang di tulis Adnan Amal, bahwa setiap benteng memiliki fungsinya masing-masing. Misalnya, benteng Victoria atau benteng Kastela, biasanya digunakan sebagai kantor Gubernur. Ada juga benteng yang berfungsi sebagai lokasi pertahanan, seperti benteng Toloko. 

Selain itu, ada juga benteng yang digunakan sebagai tempat penyimpanan rempah-rempah (loji), seperti benteng Amsterdam. Benteng Amsterdam ialah salah-satu benteng yang dibangun pada abad 15 oleh bangsa Portugis. Letak benteng ini berada di desa Hila, 42 kilometer dari pusat kota Ambon. 


Benteng ini di didirikan tepat di pesisir pantai Hila. Di sebelah kanan benteng ini menghadap ke pulau Seram, tepatnya Seram Bagian Barat (SBB). Situasi alam di sekitar benteng tampak  sangat eksotis. 

Arsitektur bangunan benteng sangat Eropa sekali. Ciri khasnya ialah memiliki dua daun pintu berukuran besar, tembok tebal, dan dua jendela saling-sebelahan dengan pintu utama. Benteng ini memiliki tiga lantai.

Lantai pertama, tampak digunakan sebagai tempat penyimpanan rempah-rempah. Di lantai pertama ini ada dua prasasti dari pemerintah Indonesia. Prasasti yang menjelaskan kapan benteng ini di didirikan, dan kapan di pugar.


Naik ke lantai dua, nuansa historis-antropologis-botani sangat kental sekali. Di lantai dua, kita akan disuguhi gambar-gambar cantik buah karya Rumphius. Gambar-gambar dari Rumphius kebanyakan terkait spesies biota laut, seperti ikan, dll. Ilmuawan ini sempat menetap lama di Hila, tepatnya di sekitar benteng Amsterdam. 

Dalam dunia sains, nama Rumphius pasti sangat dikenal para ilmuwan masa kini. Selama di Maluku, Rumphius banyak melakukan koleksi spesies-spesies tumbuhan dan hewan lokal. Hasil karyanya diabadikan dalam "Herbarium Amboinense" terbit tahun 1741 dan "D'Amboinsche Rariteitkamer" terbit tahun 1705.

Magnum opus dari Rumphius itulah yang membawa dirinya mendapat julukan sebagai ahli botani kaliber dunia. Hasil penelitiannya sangat memberikan warna tersendiri dalam dunia sains, terutama biologi dan antropologi kesehatan. 


Sampai detik ini, hasil penelitian Rumphius masih menjadi rujukan utama para ilmuwan masa kini. Terutama, berkaitan dengan beberapa tumbuhan-tumbuhan Maluku yang berkhasiat dapat mengobati penyakit fisiologis. 

Alam Maluku, dalam catatan sejarah telah melahirkan dua ahli kaliber dunia. Pertama, Alfred Russel Wallace, dan kedua ialah Rumphius. Wallace, ilmuwan biologi ini pernah lama menetap di Maluku Utara. Beliau banyak melakukan penelitian terkait proses evolusi hewan-hewan di Halmahera. 

Hasil penelitian beliau, mungkin bisa dikatakan yang paling pertama mengusung istilah evolusi jauh sebelum Charles Darwin. Sebagaimana di tulis Adnan Amal dalam bukunya "Kepulauan Rempah-rempah" yang di terbitkan Gramedia, bahwa Wallace-lah yang pertama menyurati Darwin terkait gagaasan evolusi. 

Kembali pada konteks pembahasan terkait Rumphius dan benteng Amsterdam. Di lantai dua, kita akan melihat lukisan-lukisan ikan yang di lukis Rumphius. Jumlah ikan yang di lukis ada sekitar 600 bahkan mungkin lebih dari yang dipajang.



Ada satu lukisan Rumphius yang sangat unik, yaitu gambar ikan putri duyung. Lukisan ini juga diberi catatan kaki oleh Rumphius. Berdasarkan informasi yang kami peroleh, bahwa ada sekelompok ahli Barat (mungkin dari Perancis) pernah datang ke benteng ini, sekitar beberapa tahun yang lalu, dan mereka diminta mengartikan catatan kaki di lukisan tersebut.

Para ahli itu mengartikan bahwa ikan putri duyung yang di lukis Rumphius itu konon ditemukan oleh nelayan di pulau Buru. Ikan putri duyung ini lalu dibawa ke benteng Amsterdam, dan Rumphius meminta mereka untuk memvisualisasikan ikan tersebut.

Ikan putri duyung ini di lukis Rumphius pada abad 17. Dalam catatan sejarah, sebagaimana juga diketahui publik luas, bahwa Rumphius adalah ahli botani yang buta matanya. Tapi, beliau bisa melukis secara lebih detail (mungkin, bisa dikatakan ahli memvisualisasikan) terkait hal-hal yang disampaikan orang-orang di sekitarnya. 


Terlepas dari apakah putri duyung ini benar ada atau tidak (hanya mitos), tapi hewan jenis ini pernah ditemukan nelayan, dan di lukis oleh ahli kaliber dunia, Rumphius. Tentu, sebagai ahli, Rumphius pasti menggambarkan sesuai fakta di lapangan. 

Kredibilitas seorang ilmuwan memang letaknya ialah pada kebenaran mengungkap fakta. Lagi-lagi, hasil temuan harus berangkat dari nilai-nilai lokal pemahaman masyarakat (entah sekalipun berbau mitologis). 

Semangat ini, menurut beta tidak di temukan dalam dunia sains modern, yang terkadang menyingkirkan nilai-nilai lokal, dengan anggapan bahwa aspek universalitas yang menjadi pegangan utama. Akhirnya, hasil penelitiannya tidak membumi. Dari lukisan Rumphius, kta banyak menemukan sisi positifnya. 

Mungkin, di sinilah sisi menarik bagi beta setelah melakukan rihla (jalan-jalan) ke benteng Amsterdam di Hila, kecematan Leihitu, Maluku Tengah. Semoga, artikel perjalanan ini dapat memberi warna tersendiri dalam cakrawala berpikir kita masa kini. 

Qashai Pelupessy
Maluku - Ambon
01 Juli 2020



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Islam Masuk ke Siri-Sori Islam

Sampai detik ini, sejarah masuknya Islam ke pulau Saparua, tepatnya di negeri Siri-Sori Islam masih menjadi misteri. Ada pendapat mengatakan bahwa masuknya Islam ke Siri-Sori Islam tepat pada tahun 1212 masehi. Apakah pendapat ini benar demikian? Wallahua’lam. Jika kita mengatakan Islam masuk ke Saparua, tepatnya di Siri-Sori Islam pada abad 11/12 masehi, maka bisa dikatakan bahwa pendapat itu “hampir” benar adanya. Memang, pada abad 11/12 masehi ini Islam masuk ke Nusantara dibawa saudagar muslim asal Persia. Buktinya ialah pengaruh bahasa Persia dikalangan kerajaan-kerajaan Nusantara tentang kebiasaan duduk “bersila”. Kata “bersila” ini diserap dari kitab ‘Ajaib Al-Hind dikarang oleh muslim Persia bernama Buzurg bin Shariyar Al-Ramhurmuzi abad 11 masehi. Sekarang, mari kita tengok budaya kerajaan kita (di Siri-Sori Islam), apakah ada kebiasaan duduk “bersila” di hadapan raja? Wallahua’lam. Kalau kita lihat budaya kita, mustahil ada budaya duduk bersila dihadapan raja. Artinya, hal in...

Kata "Tabea" sebagai Wujud Perilaku Sopan-santun Orang Maluku - Malut

Dialah Dieter Bartels, antropolog asal Jerman yang sudah puluhan tahun melakukan studi di Maluku, mengatakan bahwa, meskipun orang Maluku itu punya watak keras dan terkadang diperankan sebagai "preman" di kota-kota besar, namun banyak juga orang Maluku yang punya perangai cerdas, cerdik, dan berpengetahuan luas. Artinya, stigma keras kepala alih-alih kurang beradab yang melekat pada orang Maluku ialah suatu kekeliruan yang cukup besar.  Orang Maluku yang beradab ini dapat kita lihat dalam praktik kebudayaan, ada terselip nilai-nilai etis yang sangat tinggi. Salah-satu budaya yang dapat kita perlihatkan di sini ialah kata "tabea", biasa dipakai dalam komunikasi sehari-hari atau dalam upacara adat tertentu. Hampir setiap daerah yang ada di Indonesia bagian timur, kata "tabea" ini tak asing lagi di dengar khayalak umum.  Di Bone, Sulawesi Selatan, misalnya, ada kata "tabea" (dengan penghilangan huruf a menjadi tabe). Beta pernah dengar ...

Kata "Tabea" sebagai Bentuk Motivasi Orang Maluku - Malut

Di artikel sebelumnya, beta telah ulas mengenai kata "tabea" sebagai wujud perilaku sopan-santun. Sekarang ini, beta akan bahas perihal kata tabea sebagai "daya tonjok psikologis" atau bisa kita maknai sebagai motivasi diri. Kata "tabea" biasa dipraktikkan ketika seorang pemuda berjalan di depan orang tua, maka ia harus nunduk sambil membungkukkan badan, terus ia katakan "tabea - permisi".  Adakalanya juga kata "tabea" ini muncul dalam praktik tarian-tarian adat di Maluku, seperti tarian soya-soya (di Maluku Utara), dan sesekali kata itu juga diteriakkan para penari dalam tarian cakelele. Selain itu, kata tabea juga muncul dalam tradisi "arumbai manggurebe". Para kapitan atau malesi dalam beberapa kesempatan upacara adat, setelah mereka menutup sambutan akan dibarengi dengan teriakan, "tabea!" (dengan suara lantang), sontak masyarakat yang mendengar juga meneriakkan kata yang sama, "tabea!".  ...

PSIKOLOGI KRITIS (Sedikit Catatan)

"Jangan-jangan, psikologi yang saya pahami adalah buah dari kerja-kerja relasi kuasa di luar sana, yang saya tidak mengerti, tapi diam-diam masuk dan kita meyakininya sebagai kebenaran. Parahnya, kita mempraktikkannya tanpa kesadaran kritis" (Jumat, 11 Oktober 2024).  Asumsi itu muncul setelah saya baru selesai mengikuti kegiatan Konferensi Nasional yang diadakan oleh Fakultas Psikologi UGM. Kegiatan ini mengangkat tema "Menyala Indonesiaku: Psikologi sebagai Pilar Kesehatan Mental Generasi Emas". Dalam kegiatan itu, ada satu kajian yang menarik perhatian saya yakni, psikologi diskursus atau psikologi kritis. Sebuah kajian yang sedang saya minati belakangan ini. Berikut ini adalah sedikit dari catatan saya mengenai kegiatan itu yang kemudian saya gabungkan/menyadur dari artikel Prof. Teguh Wijaya Mulya.  .................. Teori-teori psikologi yang sudah mapan belum tentu dapat digunakan secara langsung untuk membaca fenomena psikologis di Indonesia. Perlu melihat ...