Langsung ke konten utama

Upu Lai-Lai O Lanite Takule (Bahasa Tanah)


Alifuru merupakan salah-satu suku yang berada di pulau Seram, Maluku, Indonesia Timur. Orang Maluku menyebut pulau Seram sebagai Nusa Ina yang berarti pulau ibu.

Penyebutan itu ingin menunjukkan bahwa orang Maluku berasal dari satu rahim yang sama, yakni dari Nusa Ina (pulau Seram) alih-alih suku Alifuru. Sebagaimana arti yang melekat pada istilah Alifuru ialah alif (pertama) dan furu (orang).

Namun, ada yang berpendapat bahwa orang Maluku sebenarnya berasal dari Papua. Orang Maluku menyebut Papua sebagai “Nusa Ama” yang berarti pulau bapak. Entah apakah orang Maluku berasal dari Papua atau Seram, hal ini masih perlu di telusuri lebih dalam lagi.

Suku Alifuru sudah ada sejak lama di pulau Seram. Namun, sampai detik ini belum diketahui kapan orang Alifuru mendiami pulau tersebut. Meskipun demikian, ulasan Yuval Noah Harari mungkin agak sedikit membantu kita memeretas persoalan tersebut.

Harari mengatakan bahwa migrasi Homo Sapiens berlangsung 70.000 tahun lalu. Migrasi “manusia pertama” itu berasal dari Afrika, kemudian menyebar ke dataran Eropa, Asia, sampai ke Australia melalui Indonesia. Selama migrasi Sapiens, “manusia pertama” ini berpapasan dengan beberapa spesies “manusia lainnya” seperti Neanderthal, Erectus, dll. Para “manusia lainnya” ini di kategorikan sebagai “Homo” yang berarti bijaksana (“rasional”).

Adakalanya, Sapiens melakukan genosida terhadap beberapa “spesies manusia lain” yang ditemuinya, namun terkadang juga melakukan “kawin silang” dengan mereka. Jika selama pengembaraan Sapiens selalu berpapasan dengan beberapa spesies “manusia lainnya”, maka mungkin Sapiens juga sempat bertemu dengan “manusia Alifuru” di pulau Seram (?).

Menurut Matthew Spring, hasil penelitian arkeologis Australian National University menemukan bahwa Maluku (termasuk Malut) telah di diami manusia sejak zaman es (Pleistosen), sekurang-kurangnya 30.000 tahun lalu. Artinya, kalau di pikir-pikir secara logika, proses penyebaran Sapiens dan “keberadaan manusia di Pulau Maluku” itu, mungkin ada sedikit keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian, lagi-lagi hal ini masih butuh penelusuran lanjutan.

Terlepas dari simpang-siur tersebut, suku Alifuru ini memiliki konsep ke-Tuhan-an yang sangat menarik sekaligus unik. Menariknya ialah karena ada kesamaan dengan “pandangan agama dunia” (Islam, Kristen, Yahudi) terkait Tuhan. Uniknya, karena sebelum agama “modern” (Islam dan Kristen) tersebar di Maluku, orang Alifuru sudah memiliki konsep ke-Tuhan-an yang “identik”.

Seperti apa konsep ke-Tuhan-an yang khas suku Alifuru? Bartels, seorang antropolog asal Jerman, sangat detail menguraikannya dalam buku “Di Bawah Naungan Gunung Nunusaku Jilid 1 dan 2”. Merujuk pada ulasan Bartels, singkatnya bahwa orang Alifuru sudah mempercayai ADA-nya Tuhan sejak lama. Mereka memanggil Tuhan dengan sebutan “Upu Lai-Lai O Lanite Takule” (Penguasa langit dan bumi). Bukankah konsep ini mirip dengan agama modern? Wallahua’lam.

Dalam praktiknya, konsep ke-Tuhan-an tersebut di wujudkan suku Alifuru ke dalam bentuk “batu pamali” yang mereka letakkan tepat di rumah adat (baca: peribadatan = Baileo). Batu pamali (istilah antropologi: batu dolmen) berbentuk persegi panjang, dengan empat bongkahan batu berukuran sekepal tangan di letakkan pada setiap sudut untuk menyanggah batu pamali. Metafor ini ingin menjelaskan bahwa batu pamali tersebut sebagai surga (tempat bersemayamnya Tuhan), dan empat bongkahan batu lainnya sebagai tiang (bumi) penyanggah surga. Disini terlihat sekali pemahaman transendental yang khas orang Alifuru.

Konsep ke-Tuhan-an yang khas itu, yang kemudian memudahkan para muballigh Muslim atau Kristen tidak bersusah-payah lagi melakukan “genosida” terhadap pemahaman Tuhan yang “keliru”. Yang di lakukan para muballigh ialah melakukan proses asimilasi yang khas. Sebab, orang Maluku “asli” sudah memiliki infrastruktur pemikiran untuk menerima konsep ke-agama-an modern (Islam dan Kristen) tersebut.

Begitulah suku Alifuru mengkonsepsikan Tuhannya. Jika “katanya” orang Maluku berasal dari Nusa Ina (Pulau Seram), maka bisa dikatakan bahwa konsep ke-Tuhan-an orang Maluku mungkin seperti suku Alifuru tersebut. Akan tetapi, lagi-lagi pernyataan ini pun masih tentatif sifatnya.

Meskipun demikian, ada sedikit hikmah yang dapat kita petik dari ulasan tersebut di atas. Pertama, jika pada mulanya suku Alifuru tidak memiliki konsep ke-Tuhan-an seperti itu, maka mungkin proses penyebaran agama “modern” tidak akan berjalan mulus.

Kedua, konsep ke-Tuhan-an yang khas suku Alifuru tersebut, semakin membuktikan bahwa “fitrah” manusia sebagai makhluk yang hanif (berserah kepada Tuhan) ini tidak bisa dinafikan begitu saja. Mungkin itulah sedikit hikmah yang dapat kita petik dari ulasan di atas. Sekian.

Catatan: Artikel itu beta tulis dan di terbitkan oleh media nasional ALIF.ID salah-satu media yang concern dalam kajian "Keberislaman dalam Kebudayaan" di Indonesia.

Qashai Pelupessy
Ambon - Maluku 
Rabu, 04 Desember 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Celoteh Pohon Sukun tentang Virus Mematikan

Pohon sukun itu terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Dia tumbuh ke atas, akar menancap ke bawah, ranting menjalar ke kiri dan ke kanan. Indah memang indah. Dia berkembang dari usia muda menjadi dewasa sehingga membuatnya lebih memahami apa yang di butuhkan kita semuanya.  Di bawah pohon sukun itu juga, sang proklamator menemukan mutiara pancasila, berisi lima dasar yang saling mengikat antar sesamanya. Kelima dasar ini jika di peras akan menjadi Tri Sila (Nasionalisme, Demokrasi, dan Keber-Tuhan-an), dan jika di peras lagi akan menjadi Eka Sila: Gotong Royong! Sebagaimana yang di ajarkan pohon sukun, bahwa rimbun daunnya dapat memberi rasa damai pada semua makhluk yang ada di bawahnya.  Seiring berjalannya waktu, pohon sukun itu mulai menua. Daun-daunnya mulai kehilangan energi, fotosintesis berjalan lambat. Akar-akarnya mulai sulit menyerap air, mungkin kita jarang menyiraminya, atau kita malah balik menyalahkan semesta: kok tidak turun hujan! Salah ...

Filosofi Nasi Pulut dalam Perilaku Orang Siri-Sori Islam

Tradisi orang Maluku sudah terlampau banyak. Salah-satu tradisi yang patut kita angkat jempol ialah tradisi "Ipika Mese-Mese". Tradisi ini khas di miliki orang Siri-Sori Islam, tepat di ujung pulau Saparua sana.  Meskipun luas Siri-Sori Islam tak seberapa, namun dari sana lahir anak-anak muda cerdas, yang berani memposisikan diri dalam berbagai sektor, baik politik, birokrasi, maupun akademisi. Sebab, orang Siri-Sori Islam punya perangkat kemajuan bersama, yakni Ipika Mese-Mese.  Hakikat Ipika Mese-Mese bisa kita lihat pada simbol nasi pulut. Pulut berasal dari beras padi ketan. Jika kita lihat padi ketan, kita akan menemukan bahwa semakin berisi padinya maka ia semakin merunduk. Makna filosofinya ialah rendah hati, santun, dan penyabar.  Jika butiran beras ketan kita kumpul dan masak, maka semuanya akan saling lengket-menyatu. Artinya, kepribadian rendah hati, santun, dan penyabar dari semua anak negeri lebur menjadi satu (lengket-menyatu).  Mak...

"MITOS PRIBUMI MALAS"

( Ilustrasi pribumi. Lukisan ) Istilah "mitos pribumi malas" ini saya temui dari buku hasil penelitian yang ditulis Tania Murray Li dan Pujo Semedi (2022). Buku itu berjudul "Hidup Bersama Raksasa". Maksudnya, masyarakat hidup bersama perusahaan perkebunan. Kembali ke soal istilah, "Apakah pribumi kita benar-benar berwatak pemalas? Ataukah ini hanya mitos saja agar kita merasa inferior dalam mengelola sumber daya yang ada secara mandiri dan harmonis?" Jika kita periksa lembar-lembar sejarah, kita akan temui banyak fakta tentang mustahilnya pribumi kita punya watak pemalas. Kalau pribumi kita pemalas, maka tidak mungkin waktu itu pribumi kita bisa membuat perahu lalu mengarungi samudra sampai ke Madagaskar. Mustahil juga pribumi kita waktu itu melakukan perdagangan internasional sampai di anak benua India, lalu dari situ bahan-bahan dagang kita (putik cengkih, lada, dan pala) tersebar ke seluruh Eropa.  Usaha pribumi kita melakukan perdagangan internasional...

Kreativitas dan Cengkih

Era sekarang menuntut nalar kreatif, jika tidak maka bisa ketinggalan dari daerah lain, bahkan dari negara-negara lain di dunia. Ada banyak hal yang harus kita geser, dari sikap ekslusif menjadi inklusif, dari tidak percaya diri menjadi percaya diri, dan dari konvensional menjadi terbarukan.  Kebiasaan mengelola dan memberdayakan potensi alam juga harus kita geser, dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru.  Dari dulu sampai detik ini, Maluku terkenal dengan kualitas buah cengkih-nya di samping memiliki potensi laut yang melimpah-ruah. Pohon cengkih mulai berbuah setelah lima tahun pertama kita menanamnya. Setelah itu, setahun sekali barulah berbuah lagi.  Harga sekilonya kadang naik kadang turun, tergantung nuansa pasar. Kemarin, 20 ribu sekarang 40 ribu, besok mungkin beda lagi. Begitupun seterusnya. Ini kebiasaan lama kita.  Namun, jika kita geser kebiasaan lama ini menjadi kebiasaan baru, maka nilai harga cengkih bisa melonjak tajam. Ini butuh kreativitas tingka...

PSIKOLOGI KRITIS (Sedikit Catatan)

"Jangan-jangan, psikologi yang saya pahami adalah buah dari kerja-kerja relasi kuasa di luar sana, yang saya tidak mengerti, tapi diam-diam masuk dan kita meyakininya sebagai kebenaran. Parahnya, kita mempraktikkannya tanpa kesadaran kritis" (Jumat, 11 Oktober 2024).  Asumsi itu muncul setelah saya baru selesai mengikuti kegiatan Konferensi Nasional yang diadakan oleh Fakultas Psikologi UGM. Kegiatan ini mengangkat tema "Menyala Indonesiaku: Psikologi sebagai Pilar Kesehatan Mental Generasi Emas". Dalam kegiatan itu, ada satu kajian yang menarik perhatian saya yakni, psikologi diskursus atau psikologi kritis. Sebuah kajian yang sedang saya minati belakangan ini. Berikut ini adalah sedikit dari catatan saya mengenai kegiatan itu yang kemudian saya gabungkan/menyadur dari artikel Prof. Teguh Wijaya Mulya.  .................. Teori-teori psikologi yang sudah mapan belum tentu dapat digunakan secara langsung untuk membaca fenomena psikologis di Indonesia. Perlu melihat ...

CONTOH: TULISAN ESAI LULUS BEASISWA

Untuk melamar beasiswa, seperti beasiswa LPDP Kemenkeu, maka pelamar diminta untuk menulis esai singkat tentang sejumlah kontribusi yang telah dilakukan selama ini. Ulasan tentang kontribusi ini paling tidak menjawab tiga hal yakni; (1) Kontribusi apa yang TELAH dilakukan?; (2) Kontribusi apa yang SEMENTARA dilakukan?; dan (3) Kontribusi apa yang NANTI dilakukan?. Intinya, ceritakan kontribusi apa baik itu SEBELUM, SEKARANG, dan NANTI. Membicarakan kontribusi ini bukan bermaksud untuk membanggakan diri sendiri, tapi sejauhmana peran anda di tengah kehidupan sosial. Berikut ini adalah contoh esai yang sudah saya tulis, dan alhamdulillah lulus beasiswa. Semoga bermanfaat.  ..............................  "Hidup damai” adalah dambaan setiap makhluk hidup di dunia ini. Baik itu hewan, tumbuhan, tanah, dan manusia, semuanya mendambakan kedamaian hidup. Itulah yang saya rasakan saat menulis personal statement ini setelah merefleksikan perjalanan hidup saya mulai sejak lahir hingga s...

Tujuan PRESTASI bukan IPK melainkan ILMU

Kisah nyata. Saat ini aku ingin bercerita tentang PRESTASI. Cerita ini bermula ketika aku masih duduk di bangku kuliah kala itu.  Semester awal, prestasi ku terbilang memuaskan. Aku banyak belajar, baca buku, dan jarang main-main. Aku banyak menghabiskan waktu senggang di perpustakaan.  Seiring berjalannya waktu, prestasi ku semakin anjlok. Aku banyak menyibukkan diri di organisasi.  Aku tak peduli dengan kuliah. Bagiku organisasi ialah tempat yang sama dengan kuliah. Di organisasi, aku bisa mengasah skill, yang hal ini tidak pernah aku dapat di bangku kuliah.  Tak hanya itu. Bahkan di organisasi juga aku banyak berdiskusi dengan kawan-kawan dari berbagai jurusan.  Bersama mereka, aku habiskan waktu untuk mengkaji filsafat. Mengkaji pemikiran para tokoh-tokoh kaliber dunia. Dan masih banyak topik kajian lainnya. Karena rutinitas yang terlalu padat di luar kampus, akhirnya aku mendapat IPK 2,75. Prestasi yang luar biasa sekaligus KONY...