Kisah nyata. Saat ini aku ingin bercerita tentang PRESTASI. Cerita ini bermula ketika aku masih duduk di bangku kuliah kala itu.
Semester awal, prestasi ku terbilang memuaskan. Aku banyak belajar, baca buku, dan jarang main-main. Aku banyak menghabiskan waktu senggang di perpustakaan.
Seiring berjalannya waktu, prestasi ku semakin anjlok. Aku banyak menyibukkan diri di organisasi.
Aku tak peduli dengan kuliah. Bagiku organisasi ialah tempat yang sama dengan kuliah. Di organisasi, aku bisa mengasah skill, yang hal ini tidak pernah aku dapat di bangku kuliah.
Tak hanya itu. Bahkan di organisasi juga aku banyak berdiskusi dengan kawan-kawan dari berbagai jurusan.
Bersama mereka, aku habiskan waktu untuk mengkaji filsafat. Mengkaji pemikiran para tokoh-tokoh kaliber dunia. Dan masih banyak topik kajian lainnya.
Karena rutinitas yang terlalu padat di luar kampus, akhirnya aku mendapat IPK 2,75. Prestasi yang luar biasa sekaligus KONYOL.
Alhamdulillah, aku tidak pernah menyalahkan keadaan. Aku tetap ambil semua hikmah dari yang pernah aku jalani. Semua ini karena aku bebas.
Aku bebas menentukan kapan aku lulus, kapan aku bisa raih prestasi maksimal, dll. Karena kebebasan itulah, maka aku belajar bertangungjawab.
Setelah aku puas dengan kajian-kajian di luar kampus (organisasi), aku ingin kembali lagi fokus ke studi. Aku ingin tingkatkan prestasi. Dengan catatan, aku hanya ingin cepat lulus dari studi S1.
Aku mulai rajin masuk ke kelas. Di dalam kelas, aku merasa ada yang aneh. Apakah karena aku yang beda, ataukah kawan-kawan di kelasku yang beda.
Semua ini karena kajian-kajian yang ku peroleh di luar kampus. Organisasi mengajarkanku banyak hal. Yakni, bahwa tak ada yang berpikir sebagaimana yang pernah aku kaji bersama teman-teman di organisasi.
Mungkin, inilah yang membedakan ku dengan teman-teman di kampus. Aku menjadi pribadi yang aneh, sebaliknya aku anggap teman-teman di kampus juga aneh.
Waktu terus berjalan. Mau-tak-mau aku harus tingkatkan prestasi. Tapi, sebetulnya, bukan prestasi IPK yang aku kejar, melainkan prestasi ILMU.
Hampir banyak mahasiswa kuliah hanya untuk mengejar prestasi IPK, bukan prestasi ILMU. Padahal, jika kita mau pahami, sebetulnya,prestasi ILMU-lah yang sangat penting. Karena tanpa ilmu, bagaimana Anda bisa menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang banyak?
Olehnya itu, aku mulai tidak peduli dengan seberapa tinggi IPK. Yang penting, aku bisa serap ILMU-nya saja. Alhamdulillah, aku lulus dengan IPK 3 koma sekian.
Dari situ, aku belajar tentang tujuan kuliah ialah ILMU bukan IPK. Kenapa ini penting di bicarakan. Mari, aku ingin menunjukkan kisah ini kepada Anda.
Selepas S1, aku kemudian masuk S2. Sebelum duduk di bangku magister, aku banyak membaca buku. Rutinitas yang biasa aku lakukan semasa di S1 dulu.
Pas di jenjang magister, niat ku cuma satu, ialah ingin meningkatkan ILMU jurusan kuliah. Aku mulai tertarik dengan ILMU.
Perlahan-lahan, aku mulai mempelajari metodologi penelitian. Di samping aku harus menguasai teori-teori, aku banyak belajar langkah-langkah strategis dari penerapan ilmu.
Di magister, aku terus masuk kelas. Dengan niat, bukan cari IPK melainkan ILMU PENGETAHUAN. Tak ku sangka, aku bisa raih IPK 4,0 di semester 1.
Apakah semua itu faktor kebetulan? Tentu tidak. Ternyata, mata kuliah yang ku pelajari di magister sudah ku pahami di S1 dulu. Yakni, ketika aku banyak berdiskusi dengan kawan-kawan di organisasi.
Aku baru sadar, bahwa semua ini sudah di arahkan oleh Allah SWT. Pikir ku, Tuhan lebih tahu isi hati seorang hamba.
IPK hanyalah bonus atau efek samping dari tujuan utama yakni ILMU. Olehnya itu, sampai detik ini, aku terus mempelajari sekaligus memahami ILMU.
Dari kisah itu, aku petik beberapa hikmah darinya. Pertama, aku adalah individu bebas yang bertanggungjawab atas kebebasan ku sendiri.
Kedua, tujuan PRESTASI ialah ilmu, bukan IPK. Ketiga, perbanyak pengalaman, diskusi, tukar pemikiran, dan senantiasa bersikap terbuka menerima segala hal.
Dengan begitu, Allah SWT akan menunjukkan kepada Anda kemanakah arah tepat yang harus kau tuju.
Qashai Pelupessy
Maluku - Ambon
Minggu, 10 Mei 2020
Komentar
Posting Komentar