Langsung ke konten utama

Taidanno sebagai Pusat Demokrasi di Siri-Sori Islam


Siri-Sori Islam punya alam yang asri sekaligus sejuk. Pohon-pohon tumbuh subur dan bebas. Sumber mata air Lahakelalo masih jernih. Udara masih segar. Tidak ada polusi. Indah. 

Selain itu, kondisi masyarakatnya pun sangat ramah. Terbuka menerima siapa saja yang mau datang. Dan yang paling penting, orang Siri-Sori Islam punya mental demokratis yang sungguh baik. 

Terkait mentalitas demokratis itu dapat kita lihat dari adanya Taidanno di setiap hatam. Taidanno berarti bangunan. Sedangkan, hatam berarti berhenti/selesai. 

Atau bisa di sebut sebagai tempat transit. Biasanya, ketika orang selesai membaca Al-Quran 30 Juz, maka di sebut hatam. Artinya, berhenti atau selesai.

Arsitektur Taidanno ini mirip rumah adat Baileo. Namun, ada sedikit perbedaan antara Baileo dan Taidanno. 

Salah-satu perbedaannya ialah kalau di Baielo ada alat-alat musikal seperti tifa dan gong, tapi di Taidanno tidak ada alat-alat tsb. Di samping itu, di Taidanno ada tempat duduk yang dibuat saling berhadap-hadapan, sedangkan di Baileo tidak ada kecuali batu dolmen tempat musyawarah. 

Kenapa setiap hatam ada Taidannonya? Sejak kapan Taidanno ini ada? Adalah pertanyaan menarik untuk di bahas segera. 

Menurut paparan Tete (Panggil: Kakek) Hi. Saleh Wattiheluw bahwa asbabulnya hatam sekitar akhir tahun 69/70an. Saat itu situasi Jamaah Masjid Siri-Sori Islam semakin banyak sehingga ukuran masjid tidak bisa menampungnya. 

Oleh Raja A. Karim Pattisahusiwa dan tokoh masyarakat melakukan musyawarah. Keputusannya ialah merehab depan bangunan masjid (lama). 

Untuk memudahkan proses rehab terkoordinir, terarah dan teratur, maka disepakati pembagian negeri menjadi 3 wilayah yang disebut hatam. Sesuai ingatan Tete Hi. Saleh Wattiheluw bahwa nama-nama yang mempimpin Hatam ketika itu ialah bpk H. Hasan Papuluwa ketua hatam 1.

Bapak Idris Patty ketua hatam 2. Dan H. Usman Toekan ketua hatam 3. Fungsi hatam sebagai tempat musyawarah ini terus berlanjut sampai tahun 1982, dengan hasilnya ialah pembongkaran Mesjid secara total, yang sekarang dikenal Mesjid Baiturrahman.

Lanjut Tete Hi. Saleh bahwa sekarang ini hatam menjadi salah satu pranata sosial yang berfungsi membantu pemerintah negeri jika ada acara-acara berskala besar. Seiring berjalannya waktu, setiap hatam punya satu Taidanno.  

Hemat beta, Taidanno ini punya nilai-nilai spiritual tersendiri. Yakni, sebagai tempat transit atau berhenti sebagaimana pengertian hatam di atas. Dalam perjalanan kehidupan manusia akan mencapai titik berhenti (meninggal). 

Jadi, Taidanno ini tidak hanya sebagai tempat kumpul-kumpul saja. Namun sebagai titik perenungan tentang ke-diri-an masyarakat Siri-Sori Islam. 

Karena Taidanno punya nilai-nilai spiritual tersendiri, maka biasanya masyarakat sering mengadakan beberapa kegiatan positif di tempat ini. Biasanya, masyarakat sering mengadakan Tabligh Akbar, Lomba Qasidah, dll. 

Selain itu, di Taidanno juga sering di gunakan masyarakat sebagai tempat musyawarah. Hal ini membuktikan bahwa struktur masyarakat Siri-Sori Islam sangat bebas mengungkap pendapat dan demokratis. 

Terkait kebebasan berpendapat, filsuf Weber mengatakan bahwa kebebasan menyampaikan pendapat dan berkumpul adalah esensi utama demokrasi. UUD 1945 pasal 28 juga menjamin kebebasan pendapat itu. 

Di satu sisi, kebebasan memiliki konsekuensi negatif. Kebebasan yang terlalu berlebihan akan dapat menggerus nilai-nilai etis masyarakat. 

Alhamdulillah, masyarakat Siri-Sori Islam memiliki nilai-nilai adab sopan santun yang di tanamkan para leluhur sejak lama. Nilai-nilai itulah yang menjadi regulasi diri masyarakat Siri-Sori Islam ketika mengeluarkan pendapat.

Akhirnya, dapat di katakan bahwa Taidanno ini punya nilai-nilai spiritual tersendiri. Sebagai tempat berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi masyarakat Siri-Sori Islam sudah sangat demokratis sekaligus modern. 

Qashai Pelupessy
Senin, 18 Mei 2020
Maluku - Ambon

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permainan Hidup

Di saat realita berganti wajah,  kau hadir, selalu tanpa esensi.  Kadang kau bahagia, hari ini kau sengsara,  besok kau memuakkan.  Hidup. Memang sebatas permainan.  Gelar yang kau bawa ke mana-mana,  di tempel di atas almanak,  undangan, koran, brosur, pamflet,  dan sejenisnya,  tak ku temukan esensi di sana.  Memang, hidup hanya sebatas permainan.  Aku melihat, sarjana hukum,  tak paham arti keadilan.  Aku melihat, sarjana ekonomi,  tak paham arti kesejahteraan.  Aku melihat, sarjana fisika, kimia, tak paham arti keharmonisan alam.  Aku melihat, sarjana sosiologi,  tak paham arti kerukunan.  Aku melihat, sarjana politik.  tak paham arti etika politik.  Aku melihat, sarjana filsafat,  tak paham arti kebijaksanaan. Kau hadir, selalu tanpa esensi.  Memang, hidup sebatas permainan.  Hanya sedikit yang p aham arti keadilan, kesejahter...

Jalan-jalan ke Benteng Amsterdam, Bertemu Putri Duyung-nya Rumphius

Hari ini, beta ingin menceritakan tentang pengalaman beta jalan-jalan ke benteng Amsterdam, desa Hila, kecamatan Leihitu, Maluku Tengah. Di Maluku, benteng-benteng peninggalan Portugis, Belanda, dan Spanyol terlampau banyak.  Ada benteng Victoria di pusat kota Ambon, benteng Durstede di pulau Saparua, benteng Orange di Ternate, benteng Kastela, benteng Toloko, dan masih banyak lagi. Hadirnya beberapa benteng ini membuktikan bahwa Maluku pada masanya sempat menjadi pusat perniagaan rempah-rempah.  Dalam beberapa catatan sejarah, seperti yang di tulis Adnan Amal, bahwa setiap benteng memiliki fungsinya masing-masing. Misalnya, benteng Victoria atau benteng Kastela, biasanya digunakan sebagai kantor Gubernur. Ada juga benteng yang berfungsi sebagai lokasi pertahanan, seperti benteng Toloko.  Selain itu, ada juga benteng yang digunakan sebagai tempat penyimpanan rempah-rempah (loji), seperti benteng Amsterdam. Benteng Amsterdam ialah salah-satu benteng yan...

"MITOS PRIBUMI MALAS"

( Ilustrasi pribumi. Lukisan ) Istilah "mitos pribumi malas" ini saya temui dari buku hasil penelitian yang ditulis Tania Murray Li dan Pujo Semedi (2022). Buku itu berjudul "Hidup Bersama Raksasa". Maksudnya, masyarakat hidup bersama perusahaan perkebunan. Kembali ke soal istilah, "Apakah pribumi kita benar-benar berwatak pemalas? Ataukah ini hanya mitos saja agar kita merasa inferior dalam mengelola sumber daya yang ada secara mandiri dan harmonis?" Jika kita periksa lembar-lembar sejarah, kita akan temui banyak fakta tentang mustahilnya pribumi kita punya watak pemalas. Kalau pribumi kita pemalas, maka tidak mungkin waktu itu pribumi kita bisa membuat perahu lalu mengarungi samudra sampai ke Madagaskar. Mustahil juga pribumi kita waktu itu melakukan perdagangan internasional sampai di anak benua India, lalu dari situ bahan-bahan dagang kita (putik cengkih, lada, dan pala) tersebar ke seluruh Eropa.  Usaha pribumi kita melakukan perdagangan internasional...

Baileo sebagai Tempat Musyawarah ("Hablumminannas?)

Baileo (rumah adat), di berbagai negeri/desa punya bentuk/arsitektur yang cukup beragam. Ada Baileo patasiwa dan ada patalima. Ulasan patasiwa dan patalima punya kontroversi tersendiri (bisa baca di buku Bartels). Karena kontroversi, maka Beta tidak masuk ke pembahasan tsb. Beta mau lihat, sejauhmana makna bangunan Baileo ini dibalik kepala orang Maluku. Baileo identik dengan istilah "balai" (istilah ini masih di perdebatkan), adalah tempat musyawarah para tetuah. Dalam sejarah manusia (bisa baca buku Yuval Noah Harari), masyarakat mulai mengenal sistem musyawarah ini sejak manusia lepas dari sistem berburu-meramu-nomaden. Harari mengatakan, perpindahan dari sistem berpikir nomaden ke masyarakat "fiksi - kognitif" yang mengandalkan akal sebagai alat musyawarah, adalah loncatan peradaban yang sangat luar biasa sekali. Artinya, jika kita turunkan ulasan ini ke makna "Baileo" maka sebetulnya masyarakat kita zaman dulu punya sistem berpikir yang s...