Langsung ke konten utama

Masjid Baiturrahman dan Rumah Adat Baileo di Siri-Sori Islam


Uniknya di Maluku, setiap kampung baik Muslim atau Kristen, pasti ada rumah adat Baileo-nya. Letak Baileo selalu berdekatan dengan rumah ibadah (Masjid atau Gereja). Seperti di Siri-Sori Islam, tepat di depan masjid Baiturrahman ada rumah Baileo. Begitu juga di Haria (kampung Kristen), dan kampung-kampung lainnya. 


Kondisi itu membuat saya bertanya-tanya, kenapa bisa berdekatan? Apakah kedekatan Baileo dengan rumah ibadah ini merupakan suatu kebetulan? Ataukah sudah di rencanakan oleh para tetuah kita sebelumnya? Apa makna filosofinya? 

Pikiran bebas saya menjawab, mungkin kedekatan Baileo dengan rumah ibadah ini sebagai "simbol" keharmonisan antara adat dan agama di tanah Maluku. 

Akhir-akhir ini, banyak yang bertanya, mana yang lebih "kamuka" (pertama), adat ataukah agama? 

Ada yang bilang, agama yang lebih "kamuka", karena orang tua-tua kita sudah beragama sebelum munculnya adat. Kalau seperti ini jawabannya, maka saya ingin bertanya, lantas bagaimana dengan pakaian "sembahyang" yang Anda pakai itu adat ataukah agama? Bukankah pakaian itu merupakan bagian dari adat? 

Selain itu, ada juga yang bilang, bahwa adat yang "kamuka", karena orang tua-tua kita sudah mempraktikkan adat jauh sebelum datangnya agama. Kalau seperti ini jawabannya, maka saya ingin bertanya, lantas bagaimana dengan praktik adat yang mengharuskan kita berdoa kepada Allah sebelum upacara adat di mulai? Bukankah konteks berdoa itu merupakan gejala agama? 

Jadi, hanya merekalah yang berhak menentukan benar-salahnya di balik setiap jawaban yang mereka kemukakan. Intinya, dua-duanya tidak ada yang salah. Dua-duanya benar. 

Perbedaan pandangan yang mereka kemukakan itu bukan mengandung kontradiktif melainkan paradoksal. Artinya, dua-duanya mengandung kebenaran yang sama dan harus di pertahankan pula. 

Karena dua-duanya benar (paradoks), maka yang paling dekat dengan pembahasan mereka sebetulnya ialah keharmonisan antara adat dan agama. 

Perbedaan pandangan itu, mungkin pernah juga di alami oleh para tetuah kita tempo dulu. Para tetuah kita sudah mengalami perbedaan pandangan yang serupa. Maka waktu itu, solusi mereka ialah meng-harmoni-kan antara adat dan agama. 

Terkait keharmonisan adat dan agama ini, para tetuah kita sudah menuangkannya ke dalam simbol "kedekatan Baileo dengan rumah ibadah".

Jadi, saat ini, kalau kita masih memperdebatkan terkait mana yang lebih "kamuka" adat atau agama (?), maka sama saja kita kembali ke masa lalu. Artinya, peradaban kita stagnan, karena kita masih mengulang-ngulang persoalan yang sama. Padahal, perbedaan pandangan itu mengandung kebenaran yang sama, yang seharusnya tidak perlu kita risaukan lagi. 

Kejadian di atas mengingatkan saya pada ulasan Nurcholish Madjid (Cak Nur) tentang "masa lalu" dan "masa depan". 

Cak Nur mengatakan, "Masa lalu ialah garis lurus yang dari situ kita bisa petik beragam hikmah, sedangkan masa depan ialah garis putus-putus yang harus kita isi dengan beragam hikmah yang kurang dari masa lalu".

Artinya, kejadian di masa lalu tidak bisa kita ubah lagi, namun bisa kita ambil beragam hikmah (baik-buruknya). Sedangkan, masa depan ialah garis putus-putus yang harus kita isi dengan beragam hikmah pula (terutama yang baik-baik). 

Yang buruk dari masa lalu harus kita perbaiki, sedangkan yang baik dari masa lalu harus kita pertahankan untuk di praktikkan di masa depan. 

Kedua masa (lalu dan depan) ini harus kita refleksi-kan di masa kini. Refleksi bukan sekedar perenungan sempit, melainkan evaluasi yang sifatnya progresif – pandangan jauh ke depan. 

Dari ulasan tsb, dapat di katakan bahwa, karena perbedaan pandang di masa lalu terkait adat dan agama ini sudah selesai, sebab dua-duanya mengandung kebenaran yang sama, maka tugas kita (generasi) selanjutnya ialah melanjutkan nilai-nilai harmoni antara adat dan agama. 

Sebagaimana yang telah di praktikkan oleh para tetuah kita tempo dulu, yakni melalui simbol "kedekatan Baileo dengan rumah ibadah” tadi. Hal inilah yang harus kita pertahankan sampai anak cucu kelak. Sekian. Wallahua'lam. 

Qashai Pelupessy
Ambon - Gunung Malintang
26 Oktober 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Islam Masuk ke Siri-Sori Islam

Sampai detik ini, sejarah masuknya Islam ke pulau Saparua, tepatnya di negeri Siri-Sori Islam masih menjadi misteri. Ada pendapat mengatakan bahwa masuknya Islam ke Siri-Sori Islam tepat pada tahun 1212 masehi. Apakah pendapat ini benar demikian? Wallahua’lam. Jika kita mengatakan Islam masuk ke Saparua, tepatnya di Siri-Sori Islam pada abad 11/12 masehi, maka bisa dikatakan bahwa pendapat itu “hampir” benar adanya. Memang, pada abad 11/12 masehi ini Islam masuk ke Nusantara dibawa saudagar muslim asal Persia. Buktinya ialah pengaruh bahasa Persia dikalangan kerajaan-kerajaan Nusantara tentang kebiasaan duduk “bersila”. Kata “bersila” ini diserap dari kitab ‘Ajaib Al-Hind dikarang oleh muslim Persia bernama Buzurg bin Shariyar Al-Ramhurmuzi abad 11 masehi. Sekarang, mari kita tengok budaya kerajaan kita (di Siri-Sori Islam), apakah ada kebiasaan duduk “bersila” di hadapan raja? Wallahua’lam. Kalau kita lihat budaya kita, mustahil ada budaya duduk bersila dihadapan raja. Artinya, hal in...

Kata "Tabea" sebagai Wujud Perilaku Sopan-santun Orang Maluku - Malut

Dialah Dieter Bartels, antropolog asal Jerman yang sudah puluhan tahun melakukan studi di Maluku, mengatakan bahwa, meskipun orang Maluku itu punya watak keras dan terkadang diperankan sebagai "preman" di kota-kota besar, namun banyak juga orang Maluku yang punya perangai cerdas, cerdik, dan berpengetahuan luas. Artinya, stigma keras kepala alih-alih kurang beradab yang melekat pada orang Maluku ialah suatu kekeliruan yang cukup besar.  Orang Maluku yang beradab ini dapat kita lihat dalam praktik kebudayaan, ada terselip nilai-nilai etis yang sangat tinggi. Salah-satu budaya yang dapat kita perlihatkan di sini ialah kata "tabea", biasa dipakai dalam komunikasi sehari-hari atau dalam upacara adat tertentu. Hampir setiap daerah yang ada di Indonesia bagian timur, kata "tabea" ini tak asing lagi di dengar khayalak umum.  Di Bone, Sulawesi Selatan, misalnya, ada kata "tabea" (dengan penghilangan huruf a menjadi tabe). Beta pernah dengar ...

Kata "Tabea" sebagai Bentuk Motivasi Orang Maluku - Malut

Di artikel sebelumnya, beta telah ulas mengenai kata "tabea" sebagai wujud perilaku sopan-santun. Sekarang ini, beta akan bahas perihal kata tabea sebagai "daya tonjok psikologis" atau bisa kita maknai sebagai motivasi diri. Kata "tabea" biasa dipraktikkan ketika seorang pemuda berjalan di depan orang tua, maka ia harus nunduk sambil membungkukkan badan, terus ia katakan "tabea - permisi".  Adakalanya juga kata "tabea" ini muncul dalam praktik tarian-tarian adat di Maluku, seperti tarian soya-soya (di Maluku Utara), dan sesekali kata itu juga diteriakkan para penari dalam tarian cakelele. Selain itu, kata tabea juga muncul dalam tradisi "arumbai manggurebe". Para kapitan atau malesi dalam beberapa kesempatan upacara adat, setelah mereka menutup sambutan akan dibarengi dengan teriakan, "tabea!" (dengan suara lantang), sontak masyarakat yang mendengar juga meneriakkan kata yang sama, "tabea!".  ...

PSIKOLOGI KRITIS (Sedikit Catatan)

"Jangan-jangan, psikologi yang saya pahami adalah buah dari kerja-kerja relasi kuasa di luar sana, yang saya tidak mengerti, tapi diam-diam masuk dan kita meyakininya sebagai kebenaran. Parahnya, kita mempraktikkannya tanpa kesadaran kritis" (Jumat, 11 Oktober 2024).  Asumsi itu muncul setelah saya baru selesai mengikuti kegiatan Konferensi Nasional yang diadakan oleh Fakultas Psikologi UGM. Kegiatan ini mengangkat tema "Menyala Indonesiaku: Psikologi sebagai Pilar Kesehatan Mental Generasi Emas". Dalam kegiatan itu, ada satu kajian yang menarik perhatian saya yakni, psikologi diskursus atau psikologi kritis. Sebuah kajian yang sedang saya minati belakangan ini. Berikut ini adalah sedikit dari catatan saya mengenai kegiatan itu yang kemudian saya gabungkan/menyadur dari artikel Prof. Teguh Wijaya Mulya.  .................. Teori-teori psikologi yang sudah mapan belum tentu dapat digunakan secara langsung untuk membaca fenomena psikologis di Indonesia. Perlu melihat ...