Langsung ke konten utama

Psikologi, Sepakbola dan Maluku


Sepak bola di mata orang Maluku adalah permainan paling spesial. Pemain-pemain "mentereng" asal Maluku terlampau banyak. 

Saat ini yang paling terkenal ialah Ramdani Lestaluhu, salah-satu pesepak bola nasional asal Maluku. 

Tak hanya di dalam negeri, pemain-pemain sepak bola berdarah Maluku juga ada yang bermain di Belanda. 

Apakah Anda pernah dengar nama Navarone Foor? Dialah orangnya. Dengar kabar bahwa dia sangat diburu netizen tanah air karena akan membela timnas Indonesia.

Dan masih banyak pemain-pemain berdarah Maluku lainnya. 

Sepak bola tidak sekedar permainan saja. Sebetulnya punya makna filosofis yang sangat dalam. 

Coba perhatikan, jika strategi Anda lemah dalam permainan sepak bola maka Anda bisa kalah! Karena itulah, Anda harus serius. Inilah filosofinya; serius di dalam permainan. 

Filosofi permainan sepak bola itu persis seperti kita menjalani hidup ini. 

Pertama, bahwa selama menjalani hidup ini kita harus serius, tapi jangan terlampau serius, karena akan menjadi beban psikologis di kemudian hari. 

Secara psikologis... Ekspektasi atlet yang terlalu tinggi (terlampau serius) di dalam pertandingan cenderung membuatnya semakin cemas. Akhirnya kalah dalam pertandingan. 

Kedua, bahwa hidup ini hanya main-main saja, tapi jangan terlalu berlebihan, karena akan menanggung kesengsaraan di kemudian hari. 

Secara psikologis... Atlet yang terlalu menganggap ‘enteng' setiap pertandingan karena hanya sebatas main-main, akan membuatnya over confidence, sehingga cenderung tidak bisa mengendalikan diri. Akhirnya kalah dalam pertandingan. 

Sebab itulah... Terkait kehidupan... 

Jalani hidup ini dengan santai (main-main) sekaligus juga serius. 

Respon psikologis terhadap kehidupan harus dalam kondisi stabil, yakni tidak terlalu serius dan juga tidak menganggap terlalu ‘enteng'. 

Stabil di sini berarti adil, moderat, takwa. 

Sebagaimana permainan sepak bola, walaupun hanya permainan tapi di dalamnya ada keseriusan. 

“Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu." (Qs. Muhammad: 36)

Qashai Pelupessy
Ambon - Gunung Malintang
15 Oktober 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Islam Masuk ke Siri-Sori Islam

Sampai detik ini, sejarah masuknya Islam ke pulau Saparua, tepatnya di negeri Siri-Sori Islam masih menjadi misteri. Ada pendapat mengatakan bahwa masuknya Islam ke Siri-Sori Islam tepat pada tahun 1212 masehi. Apakah pendapat ini benar demikian? Wallahua’lam. Jika kita mengatakan Islam masuk ke Saparua, tepatnya di Siri-Sori Islam pada abad 11/12 masehi, maka bisa dikatakan bahwa pendapat itu “hampir” benar adanya. Memang, pada abad 11/12 masehi ini Islam masuk ke Nusantara dibawa saudagar muslim asal Persia. Buktinya ialah pengaruh bahasa Persia dikalangan kerajaan-kerajaan Nusantara tentang kebiasaan duduk “bersila”. Kata “bersila” ini diserap dari kitab ‘Ajaib Al-Hind dikarang oleh muslim Persia bernama Buzurg bin Shariyar Al-Ramhurmuzi abad 11 masehi. Sekarang, mari kita tengok budaya kerajaan kita (di Siri-Sori Islam), apakah ada kebiasaan duduk “bersila” di hadapan raja? Wallahua’lam. Kalau kita lihat budaya kita, mustahil ada budaya duduk bersila dihadapan raja. Artinya, hal in...

Kata "Tabea" sebagai Wujud Perilaku Sopan-santun Orang Maluku - Malut

Dialah Dieter Bartels, antropolog asal Jerman yang sudah puluhan tahun melakukan studi di Maluku, mengatakan bahwa, meskipun orang Maluku itu punya watak keras dan terkadang diperankan sebagai "preman" di kota-kota besar, namun banyak juga orang Maluku yang punya perangai cerdas, cerdik, dan berpengetahuan luas. Artinya, stigma keras kepala alih-alih kurang beradab yang melekat pada orang Maluku ialah suatu kekeliruan yang cukup besar.  Orang Maluku yang beradab ini dapat kita lihat dalam praktik kebudayaan, ada terselip nilai-nilai etis yang sangat tinggi. Salah-satu budaya yang dapat kita perlihatkan di sini ialah kata "tabea", biasa dipakai dalam komunikasi sehari-hari atau dalam upacara adat tertentu. Hampir setiap daerah yang ada di Indonesia bagian timur, kata "tabea" ini tak asing lagi di dengar khayalak umum.  Di Bone, Sulawesi Selatan, misalnya, ada kata "tabea" (dengan penghilangan huruf a menjadi tabe). Beta pernah dengar ...

Kata "Tabea" sebagai Bentuk Motivasi Orang Maluku - Malut

Di artikel sebelumnya, beta telah ulas mengenai kata "tabea" sebagai wujud perilaku sopan-santun. Sekarang ini, beta akan bahas perihal kata tabea sebagai "daya tonjok psikologis" atau bisa kita maknai sebagai motivasi diri. Kata "tabea" biasa dipraktikkan ketika seorang pemuda berjalan di depan orang tua, maka ia harus nunduk sambil membungkukkan badan, terus ia katakan "tabea - permisi".  Adakalanya juga kata "tabea" ini muncul dalam praktik tarian-tarian adat di Maluku, seperti tarian soya-soya (di Maluku Utara), dan sesekali kata itu juga diteriakkan para penari dalam tarian cakelele. Selain itu, kata tabea juga muncul dalam tradisi "arumbai manggurebe". Para kapitan atau malesi dalam beberapa kesempatan upacara adat, setelah mereka menutup sambutan akan dibarengi dengan teriakan, "tabea!" (dengan suara lantang), sontak masyarakat yang mendengar juga meneriakkan kata yang sama, "tabea!".  ...

PSIKOLOGI KRITIS (Sedikit Catatan)

"Jangan-jangan, psikologi yang saya pahami adalah buah dari kerja-kerja relasi kuasa di luar sana, yang saya tidak mengerti, tapi diam-diam masuk dan kita meyakininya sebagai kebenaran. Parahnya, kita mempraktikkannya tanpa kesadaran kritis" (Jumat, 11 Oktober 2024).  Asumsi itu muncul setelah saya baru selesai mengikuti kegiatan Konferensi Nasional yang diadakan oleh Fakultas Psikologi UGM. Kegiatan ini mengangkat tema "Menyala Indonesiaku: Psikologi sebagai Pilar Kesehatan Mental Generasi Emas". Dalam kegiatan itu, ada satu kajian yang menarik perhatian saya yakni, psikologi diskursus atau psikologi kritis. Sebuah kajian yang sedang saya minati belakangan ini. Berikut ini adalah sedikit dari catatan saya mengenai kegiatan itu yang kemudian saya gabungkan/menyadur dari artikel Prof. Teguh Wijaya Mulya.  .................. Teori-teori psikologi yang sudah mapan belum tentu dapat digunakan secara langsung untuk membaca fenomena psikologis di Indonesia. Perlu melihat ...