Manusia butuh kebenaran. Tentu kebenaran yang berpijak pada fakta. Fakta berpijak pada data. Dan nanti di kroscek oleh akal sehat.
Kebenaran tanpa fakta ialah fiksi. Khayalan. Utopis. Angan-angan. Hal ini dapat merusak peradaban.
Yang paling penting ialah ketika kebenaran itu dapat di kroscek akal sehat. Perbaiki akal sehat sebelum data di kroscek.
Akal sehat yang betul ialah ketika kita melihat satu persoalan tanpa tendensi. Tidak boleh prasangka. Apalagi ada unsur politis bermain di dalamnya.
Akal kita harus terlepas dari beragam tendensi. Di sinilah baru kita bisa melihat fakta tampak objektif.
Yang di kejar akal sehat ialah objektivitas kebenaran. Supaya nantinya produk akal sehat bisa di terima semua kalangan.
Terkadang, jika ada tendensi maka kebenaran yang di ungkap bersifat subjektif. Artinya, kebenaran versi dia saja, bukan kolektif.
Sering kita jumpai ada orang melihat kebenaran pakai kacamata kuda. Banyak tendensi di dalamnya. Banyak kepentingan pula.
Ujung-ujungnya ialah membela yang tidak masuk akal. Merasa paling benar sendiri. Padahal, jalan yang di pilih sudah salah. Tapi, tak sadar diri.
Akal model itu yang di katakan imam Al-Ghazali sebagai, "Orang yang tidak tahu tentang ketidaktahuannya sendiri".
Qashai Pelupessy
Maluku - Ambon
Selasa, 12 Mei 2020
Komentar
Posting Komentar