Langsung ke konten utama

Sumpah Darah Melahirkan Keharmonisan


Sejarah menuturkan bahwa ada seorang Kapitan di desa Rumbati yang berasal dari suku Ala bernama Pattialam. Ia menikah dengan Ratu Pormalei, dan dari perkawinan itu dikaruniai tiga orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan yaitu Timanole, Simanole, Silalohi (Lohilomanuputty), Nyai Intan dan Nyai Mas.

Setelah dewasa ketiga orang anak laki-laki sepakat untuk pergi meninggalkan Hatumeten. Niat ini disampaikan kepada kedua orang tua mereka. Sang ibu kemudian mengambil sebuah mangkok untuk membuat sumpah janji dengan meminum tetesan darah dari jari-jari tangan ketiga saudara tersebut.

Isi sumpah itu sebagai bukti bahwa ketiga saudara adalah satu gandong (kandung). Di manapun mereka berada mereka harus saling memperhatikan antara satu dengan yang lain. Sumpah janji ini bersifat mengikat sampai anak cucu turun temurun. Inilah sumpah yang bernilai mistik sangat tinggi.

Perjalanan dari kelima bersaudara itu nantinya melahirkan beberapa kampung di Maluku. Saudara Timanole berhenti di Tamilou. Saudara Silaloi berhenti di bukit Elhau (kampung lama desa Siri-Sori Islam). Dan Simanole melanjutkan perjalanan dan menetap di Hutumuri.

Kedua saudari perempuan lainnya yakni Nyai Intan berhenti di daerah Simanole dan menikah dengan raja Bakarbessy dari negeri Waai. Sedangkan, Nyai Mas berhenti di Silaloi dan menikah dengan raja Haria.

Kampung-kampung ini yang kemudian punya ikatan "pela gandong" antara satu dengan yang lainnya. Pela berarti hubungan kerabat atas dasar sumpah darah. Hubungan pela, seperti Silaloi (dari Siri-Sori Islam) dengan Nyai Mas (dari Haria).

Sedangkan, gandong berarti hubungan darah turun-temurun atau berasal dari satu moyang yang sama. Ik
atan gandong ini misalnya Silaloi (dari Siri-Sori Islam) ber-gandong dengan Simanole (dari Hutumuri). 

Seiring perjalanan sejarah, para leluhur yang mendiami daerah-daerah tersebut melahirkan generasi ke generasi. Setelah masuknya agama-agama "langit" ke Maluku, para generasi tersebut lalu memeluk agama Islam dan Kristen secara berbeda.

Masyarakat Haria dan Hutumuri memeluk agama Kristen., dan masyarakat Siri-Sori Islam memeluk agama Islam. Meskipun ada sekat-sekat religius yang khas, tapi dalam hal mistik mereka tetap terjalin harmonis sampai detik ini akibat hubungan pela-gandong.

Qashai Pelupessy
Ambon - Maluku
Minggu, 31 Mei 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Islam Masuk ke Siri-Sori Islam

Sampai detik ini, sejarah masuknya Islam ke pulau Saparua, tepatnya di negeri Siri-Sori Islam masih menjadi misteri. Ada pendapat mengatakan bahwa masuknya Islam ke Siri-Sori Islam tepat pada tahun 1212 masehi. Apakah pendapat ini benar demikian? Wallahua’lam. Jika kita mengatakan Islam masuk ke Saparua, tepatnya di Siri-Sori Islam pada abad 11/12 masehi, maka bisa dikatakan bahwa pendapat itu “hampir” benar adanya. Memang, pada abad 11/12 masehi ini Islam masuk ke Nusantara dibawa saudagar muslim asal Persia. Buktinya ialah pengaruh bahasa Persia dikalangan kerajaan-kerajaan Nusantara tentang kebiasaan duduk “bersila”. Kata “bersila” ini diserap dari kitab ‘Ajaib Al-Hind dikarang oleh muslim Persia bernama Buzurg bin Shariyar Al-Ramhurmuzi abad 11 masehi. Sekarang, mari kita tengok budaya kerajaan kita (di Siri-Sori Islam), apakah ada kebiasaan duduk “bersila” di hadapan raja? Wallahua’lam. Kalau kita lihat budaya kita, mustahil ada budaya duduk bersila dihadapan raja. Artinya, hal in...

Kata "Tabea" sebagai Wujud Perilaku Sopan-santun Orang Maluku - Malut

Dialah Dieter Bartels, antropolog asal Jerman yang sudah puluhan tahun melakukan studi di Maluku, mengatakan bahwa, meskipun orang Maluku itu punya watak keras dan terkadang diperankan sebagai "preman" di kota-kota besar, namun banyak juga orang Maluku yang punya perangai cerdas, cerdik, dan berpengetahuan luas. Artinya, stigma keras kepala alih-alih kurang beradab yang melekat pada orang Maluku ialah suatu kekeliruan yang cukup besar.  Orang Maluku yang beradab ini dapat kita lihat dalam praktik kebudayaan, ada terselip nilai-nilai etis yang sangat tinggi. Salah-satu budaya yang dapat kita perlihatkan di sini ialah kata "tabea", biasa dipakai dalam komunikasi sehari-hari atau dalam upacara adat tertentu. Hampir setiap daerah yang ada di Indonesia bagian timur, kata "tabea" ini tak asing lagi di dengar khayalak umum.  Di Bone, Sulawesi Selatan, misalnya, ada kata "tabea" (dengan penghilangan huruf a menjadi tabe). Beta pernah dengar ...

Kata "Tabea" sebagai Bentuk Motivasi Orang Maluku - Malut

Di artikel sebelumnya, beta telah ulas mengenai kata "tabea" sebagai wujud perilaku sopan-santun. Sekarang ini, beta akan bahas perihal kata tabea sebagai "daya tonjok psikologis" atau bisa kita maknai sebagai motivasi diri. Kata "tabea" biasa dipraktikkan ketika seorang pemuda berjalan di depan orang tua, maka ia harus nunduk sambil membungkukkan badan, terus ia katakan "tabea - permisi".  Adakalanya juga kata "tabea" ini muncul dalam praktik tarian-tarian adat di Maluku, seperti tarian soya-soya (di Maluku Utara), dan sesekali kata itu juga diteriakkan para penari dalam tarian cakelele. Selain itu, kata tabea juga muncul dalam tradisi "arumbai manggurebe". Para kapitan atau malesi dalam beberapa kesempatan upacara adat, setelah mereka menutup sambutan akan dibarengi dengan teriakan, "tabea!" (dengan suara lantang), sontak masyarakat yang mendengar juga meneriakkan kata yang sama, "tabea!".  ...

PSIKOLOGI KRITIS (Sedikit Catatan)

"Jangan-jangan, psikologi yang saya pahami adalah buah dari kerja-kerja relasi kuasa di luar sana, yang saya tidak mengerti, tapi diam-diam masuk dan kita meyakininya sebagai kebenaran. Parahnya, kita mempraktikkannya tanpa kesadaran kritis" (Jumat, 11 Oktober 2024).  Asumsi itu muncul setelah saya baru selesai mengikuti kegiatan Konferensi Nasional yang diadakan oleh Fakultas Psikologi UGM. Kegiatan ini mengangkat tema "Menyala Indonesiaku: Psikologi sebagai Pilar Kesehatan Mental Generasi Emas". Dalam kegiatan itu, ada satu kajian yang menarik perhatian saya yakni, psikologi diskursus atau psikologi kritis. Sebuah kajian yang sedang saya minati belakangan ini. Berikut ini adalah sedikit dari catatan saya mengenai kegiatan itu yang kemudian saya gabungkan/menyadur dari artikel Prof. Teguh Wijaya Mulya.  .................. Teori-teori psikologi yang sudah mapan belum tentu dapat digunakan secara langsung untuk membaca fenomena psikologis di Indonesia. Perlu melihat ...