Langsung ke konten utama

Orang Siri-Sori Islam Memandang Roh dan Harmonisasi Alam


Beberapa bulan lalu, ada salah-seorang warga Siri-Sori Islam mengalami kerasukan. Usut punya usut, ternyata yang kerasukan itu baru habis mandi di Lahakelalo. Terkait Lahakelalo ini anda bisa baca di artikel beta beberapa hari lalu. 

Kejadian serupa, ada juga warga kerasukan karena baru selesai berenang di sekitar batu Sopamenao. Konon ceritanya, batu itu punya nilai-nilai mistis tersendiri. 

Letak batunya tepat di bibir pantai desa Siri-Sori Islam. Sejarah batu itu awalnya sebuah kapal ("pesiar"). Dulu, moyang Soumete yang membawa atau berlayar dengan kapal tsb ke Siri-Sori Islam. 

Anak cucu moyang Soumete ini masih ada sampai sekarang. Anak cucunya bermarga Sopamena. Sopa berarti berlayar dan mena ialah di depan. Jadi, Sopamena berarti pelayar yang datang paling pertama. 

Karena batu itu merupakan peninggalan moyang Soumete, maka batu tsb memiliki nilai-nilai mistis. Kalau ada yang berenang di sekitar batu itu, maka adakalanya akan berjumpa dengan roh halus. Apalagi, kalau berenang tanpa permisi, maka roh halus akan mendatanginya. 

Kasus kerasukan dan perjumpaan dengan roh-roh halus ini sering di alami masyarakat Siri-Sori Islam. Tak bisa di pungkiri, mungkin di daerah lain pun mengalami hal serupa. 

Terkait hal itu, maka beta ingin sekali mengetahui seperti apa pandangan masyarakat Siri-Sori Islam tentang roh? Dan apa implikasinya terhadap lingkungan sekitar? 

Sebelum beta menjawab pertanyaan itu, pertama beta ingin menegaskan bahwa ulasan beta ini tidak secara implisit berkaitan dengan adat-istiadat (formil). Karena beta pikir, ada tempat tersendiri untuk membahasnya, dan ada orang yang lebih kompeten mengulasnya. 

Kedua, beta juga ingin menegaskan bahwa jawaban beta nantinya bersifat rasional. Sehingga, terkadang beta akan mencampur-adukan dengan pendapat-pendapat ilmiah. Dalam posisi inilah beta pikir sudah tepat. Berikut jawaban beta terkait pertanyaan-pertanyaan tsb di atas. 

Roh halus di mata orang Siri-Sori Islam sangat penting. Karena masyarakat selalu mengaitkannya dengan roh para leluhur. Roh para leluhur tidak musnah, tapi hidup. 

Orang Siri-Sori Islam memandang bahwa di tempat-tempat tertentu ada roh halusnya. Para leluhur mendiami tempat tsb. Seperti di batu kapal sebagaimana ulasan di atas, bukit Elhau, dan rumah Baielo.

Ketika seseorang ke bukit Elhau misalnya, maka ia di larang keras berperilaku senonoh. Larangan itu sebagai simbol penghormatan kepada para leluhur.

Pandangan masyarakat seperti itu dalam istilah antropolog Taylor di sebut animisme. Namun, animisme dalam pembahasan ini tidak seperti pandangan kebanyakan orang. Penyebabnya karena karakteristik masyarakat Siri-Sori Islam ialah masyarakat religius. 

Di satu sisi, masyarakatnya religius, namun di sisi lainnya memiliki corak berpikir animistik. Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa pandangan orang Siri-Sori Islam tentang roh ialah ANIMISME RELIGIUS. 

Terkait hal itu mengingatkan beta dengan pendapat salah-seorang antropolog UGM, Samsul Maarif. Sebetulnya, Samsul terinspirasi oleh artikel Nurit Bird-David. 

Samsul mengatakan bahwa, untuk memahami masyarakat "animis" di era modern sekarang ini, maka paradigma yang harus kita gunakan ialah "epistemologi relasional". Yakni, paradigma yang memandang bahwa segala sesuatu saling berhubungan secara harmonis. 

Mencermati ulasan sebelumnya, terlihat ada hubungan harmonis antara masyarakat Siri-Sori Islam dengan roh para leluhur. Implikasi dari hubungan harmonis ini, orang Siri-Sori Islam di larang keras berperilaku senonoh di tempat-tempat keramat seperti Baileo, bukit Elhau, dll. 

Karena ada hubungan harmonis, maka orang Siri-Sori Islam di tuntut berperilaku baik terhadap alam sekitar yang di tempati para leluhur. Perilaku seperti ini sangat bernilai positif di era modern.

Karena, sekarang ini banyak orang yang memandang alam sebagai benda mati, atau alam tidak punya roh. Oleh karenanya, muncul perilaku eksploitasi terhadap alam. 

Alhamdulillah, pandangan orang Siri-Sori Islam tidak seperti itu. Orang Siri-Sori Islam memandang alam punya roh atau ditempati para leluhur. Sehingga perilaku eksploitasi terhadap alam ini jarang terjadi, dan mustahil muncul ke permukaan. Inilah efek dari watak animisme religius orang Siri-Sori Islam terkait harmonisasi alam. 

Qashai Pelupessy
Maluku - Ambon
Kamis, 21 Mei 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Islam Masuk ke Siri-Sori Islam

Sampai detik ini, sejarah masuknya Islam ke pulau Saparua, tepatnya di negeri Siri-Sori Islam masih menjadi misteri. Ada pendapat mengatakan bahwa masuknya Islam ke Siri-Sori Islam tepat pada tahun 1212 masehi. Apakah pendapat ini benar demikian? Wallahua’lam. Jika kita mengatakan Islam masuk ke Saparua, tepatnya di Siri-Sori Islam pada abad 11/12 masehi, maka bisa dikatakan bahwa pendapat itu “hampir” benar adanya. Memang, pada abad 11/12 masehi ini Islam masuk ke Nusantara dibawa saudagar muslim asal Persia. Buktinya ialah pengaruh bahasa Persia dikalangan kerajaan-kerajaan Nusantara tentang kebiasaan duduk “bersila”. Kata “bersila” ini diserap dari kitab ‘Ajaib Al-Hind dikarang oleh muslim Persia bernama Buzurg bin Shariyar Al-Ramhurmuzi abad 11 masehi. Sekarang, mari kita tengok budaya kerajaan kita (di Siri-Sori Islam), apakah ada kebiasaan duduk “bersila” di hadapan raja? Wallahua’lam. Kalau kita lihat budaya kita, mustahil ada budaya duduk bersila dihadapan raja. Artinya, hal in...

Kata "Tabea" sebagai Wujud Perilaku Sopan-santun Orang Maluku - Malut

Dialah Dieter Bartels, antropolog asal Jerman yang sudah puluhan tahun melakukan studi di Maluku, mengatakan bahwa, meskipun orang Maluku itu punya watak keras dan terkadang diperankan sebagai "preman" di kota-kota besar, namun banyak juga orang Maluku yang punya perangai cerdas, cerdik, dan berpengetahuan luas. Artinya, stigma keras kepala alih-alih kurang beradab yang melekat pada orang Maluku ialah suatu kekeliruan yang cukup besar.  Orang Maluku yang beradab ini dapat kita lihat dalam praktik kebudayaan, ada terselip nilai-nilai etis yang sangat tinggi. Salah-satu budaya yang dapat kita perlihatkan di sini ialah kata "tabea", biasa dipakai dalam komunikasi sehari-hari atau dalam upacara adat tertentu. Hampir setiap daerah yang ada di Indonesia bagian timur, kata "tabea" ini tak asing lagi di dengar khayalak umum.  Di Bone, Sulawesi Selatan, misalnya, ada kata "tabea" (dengan penghilangan huruf a menjadi tabe). Beta pernah dengar ...

Kata "Tabea" sebagai Bentuk Motivasi Orang Maluku - Malut

Di artikel sebelumnya, beta telah ulas mengenai kata "tabea" sebagai wujud perilaku sopan-santun. Sekarang ini, beta akan bahas perihal kata tabea sebagai "daya tonjok psikologis" atau bisa kita maknai sebagai motivasi diri. Kata "tabea" biasa dipraktikkan ketika seorang pemuda berjalan di depan orang tua, maka ia harus nunduk sambil membungkukkan badan, terus ia katakan "tabea - permisi".  Adakalanya juga kata "tabea" ini muncul dalam praktik tarian-tarian adat di Maluku, seperti tarian soya-soya (di Maluku Utara), dan sesekali kata itu juga diteriakkan para penari dalam tarian cakelele. Selain itu, kata tabea juga muncul dalam tradisi "arumbai manggurebe". Para kapitan atau malesi dalam beberapa kesempatan upacara adat, setelah mereka menutup sambutan akan dibarengi dengan teriakan, "tabea!" (dengan suara lantang), sontak masyarakat yang mendengar juga meneriakkan kata yang sama, "tabea!".  ...

PSIKOLOGI KRITIS (Sedikit Catatan)

"Jangan-jangan, psikologi yang saya pahami adalah buah dari kerja-kerja relasi kuasa di luar sana, yang saya tidak mengerti, tapi diam-diam masuk dan kita meyakininya sebagai kebenaran. Parahnya, kita mempraktikkannya tanpa kesadaran kritis" (Jumat, 11 Oktober 2024).  Asumsi itu muncul setelah saya baru selesai mengikuti kegiatan Konferensi Nasional yang diadakan oleh Fakultas Psikologi UGM. Kegiatan ini mengangkat tema "Menyala Indonesiaku: Psikologi sebagai Pilar Kesehatan Mental Generasi Emas". Dalam kegiatan itu, ada satu kajian yang menarik perhatian saya yakni, psikologi diskursus atau psikologi kritis. Sebuah kajian yang sedang saya minati belakangan ini. Berikut ini adalah sedikit dari catatan saya mengenai kegiatan itu yang kemudian saya gabungkan/menyadur dari artikel Prof. Teguh Wijaya Mulya.  .................. Teori-teori psikologi yang sudah mapan belum tentu dapat digunakan secara langsung untuk membaca fenomena psikologis di Indonesia. Perlu melihat ...