Setiap kelompok masyarakat punya titik fokus kepercayaan yang berbeda-beda. Kepercayaan di sini beta bagi menjadi dua aspek.
Pertama, kepercayaan pada sang kreator yakni Allah SWT. Kedua, kepercayaan pada unsur-unsur sosio-historis.
Kepercayaan pada Allah SWT ini sumbernya ialah kitab suci. Hal ini bersifat 'taken for granted'. Artinya, tidak bisa di ganggu gugat, namun adakalanya bisa di diskusikan kembali secara terbuka.
Sedangkan, kepercayaan pada unsur-unsur sosio-historis ini di berbagai daerah cukup beragam. Sumbernya ialah pengetahuan historis masyarakat setempat.
Yang paling unik di bahas dalam kesempatan ini ialah mengenai aspek kepercayaan pada unsur-unsur sosio-historis tsb. Contohnya sebagai berikut.
Masyarakat Siri-Sori Islam misalnya dalam memperjuangkan sesuatu hal selalu mengatakan, "Yang penting niatnya untuk kampung halaman". Artinya, ada kepercayaan pada "kampung halaman" sebagai spirit dalam memperjuangkan sesuatu hal.
Sekilas, dalam pandangan agama, hal itu terkesan syirik atau menyekutukan Allah SWT. Harusnya, dalam memperjuangkan sesuatu hal itu sandarannya ialah pada Allah SWT.
Sebetulnya, argumen seperti itu kurang logis. Kampung sebagai sumber kepercayaan di sini harus di lihat dari perspektif sosio-historis. Kalau kita melihat fenomena ini pakai kacamata agama maka hasilnya bisa kacau-balau.
Dalam perspektif sosio-historis, masyarakat Siri-Sori Islam meyakini kampungnya dulu punya nilai-nilai spirit yang sangat tinggi. Banyak leluhur yang sudah berjuang keras menegakkan tata norma masyarakat setempat.
Sumbangsih luar biasa dari para leluhur itu misalnya dapat kita lihat pada pembentukan saniri (dewan rakyat) di Siri-Sori Islam. Tugas saniri ialah mengeluarkan norma-norma kepada masyarakat sehingga lebih beradab.
Menjadi masyarakat yang beradab ini bukan perkara sepele. Patut kita syukuri bahwa pada waktu itu para leluhur sudah membentuk para saniri yang tugasnya ialah meletakkan pondasi keberadaban yang pas sesuai ukuran waktu dan tempatnya.
Akhirnya, saat ini masyarakat Siri-Sori Islam lebih beradab. Hal ini bagus demi keberlangsungan hidup di masa mendatang, yakni lebih harmonis.
Efek timbal balik dari sumbangsih para leluhur itu, maka anak cucu berkewajiban menegakkan nilai-nilai keadaban di berbagai tempat. Olehnya itu, statemen, "Berjuang dengan niat untuk kampung halaman" ini menjadi tepat sasaran.
Target jangka panjang masyarakat Siri-Sori Islam ialah menegakkan nilai-nilai keadaban di berbagai tempat. Baik sedang berada di Ambon, Jakarta, Surabaya, dll, nilai-nilai adab ini tetap menjadi spirit perjuangan.
Begitulah ulasan singkat mengenai aspek kepercayaan masyarakat Siri-Sori Islam pada unsur-unsur sosio-historisnya. Dalam ulasan tsb juga tersirat "efek timbal balik rasa hormat" masyarakat saat ini terhadap para leluhur.
Aspek kepercayaan sosio-historis ini tidak hanya ada dalam masyarakat Siri-Sori Islam saja. Aspek kepercayaan ini juga ada di berbagai daerah.
Misalnya di Jawa, meyakini dirinya sebagai penguasa bumi. Tak heran jika ada statemen "Pakubumi, Mangkubumi, dll". Selain itu, di Ternate juga ada statemen "Alam Makolano" atau penguasa alam.
Statemen-statemen itu tentu berpijak pada kepercayaan masyarakat setempat tentang unsur-unsur sosio-historisnya. Tentu luaran dari semuanya ialah itikad baik demi terciptanya situasi kehidupan yang lebih harmonis di masa mendatang.
Maluku - Ambon
Minggu, 17 Mei 2020
Komentar
Posting Komentar