Persepsi adalah proses seseorang mengetahui, mengenali dan menilai objek tertentu. Sedangkan gender ialah terkait dengan peran seseorang. Jadi, persepsi gender merupakan proses kita menilai peran seseorang.
Ulasan mengenai gender ini selalu dikaitkan dengan jenis kelamin. Jika peran seseorang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya, maka akan muncul prasangka negatif terhadap orang tersebut.
Pada kesempatan ini, ulasan mengenai gender lebih dikaitkan dengan pemahaman masyarakat tentang garis keturunannya. Pemahaman orang Siri-Sori Islam tentang garis keturunan ialah patrilineal. Artinya, pemahaman garis keturunannya ialah dari bapak (laki-laki).
Di Siri-Sori Islam misalnya marga Sallatalohy dari bapak akan di turunkan kepada anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan. Ketika anak perempuan menikah, maka kekuatan dari marga tsb akan pudar. Karena, perempuan wajib mengikuti marga suaminya.
Berbeda dengan anak laki-laki. Ketika anak laki-laki menikah, maka spirit marga tsb tetap di pertahankan. Bahkan, harapan setelah menikah ialah bisa menghasilkan anak laki-laki, sehingga marga tersebut terus berlanjut.
Dari ulasan itu bisa dikatakan bahwa porsi tanggungjawab paling besar ialah pada anak laki-laki. Hal ini akan berdampak pada persepsi masyarakat tentang peran gender.
Karena porsi tanggungjawab lebih tinggi pada laki-laki, maka peran (gender)-nya ialah sebagai pemimpin. Karena sebagai pemimpin, maka laki-laki punya hak lebih besar dibanding perempuan.
Dalam hal pembagian tugas misalnya, laki-laki mendapat porsi lebih besar. Biasanya sebagai pengambil keputusan dan wajib mengerjakan tugas-tugas berat.
Di satu sisi, perempuan tidak punya ruang kebebasan lebih besar di banding laki-laki. Tugas perempuan ialah patuh dengan keputusan suaminya, dan biasanya mengerjakan hal-hal yang lebih ringan.
Untuk lebih detail memahami persepsi masyarakat tentang gender ini ialah ketika kita membagi masyarakat Siri-Sori Islam menjadi dua kelompok. Yang pertama, masyarakat yang menetap di Siri-Sori Islam. Dan kedua, masyarakat Siri-Sori Islam yang tinggal di kota.
Meskipun sama-sama berasal dari Siri-Sori Islam, namun kedua kelompok itu punya persepsi gender yang berbeda-beda. Terutama mengenai pekerjaan.
Masyarakat yang tinggal di Siri-Sori Islam kebanyakan sebagai petani dan nelayan. Sebagai petani, tugas laki-laki ialah mengerjakan hal-hal berat seperti naik pohon cengkih ketika musim buah cengkih. Dan tugas perempuan ialah menyediakan masakan untuk para laki-laki (suami).
Sebagai nelayan, laki-laki akan pergi melaut untuk mencari ikan. Hasil penangkapan ikan lalu diberi ke perempuan untuk memasaknya. Dari sini bisa dikatakan bahwa ada pembagian peran gender yang tegas antara laki-laki dan perempuan.
Sedangkan, pembagian tugas/peran laki-laki dan perempuan Siri-Sori Islam yang tinggal di kota terlihat agak longgar. Biasanya, peran laki-laki dan perempuan saling tumpang-tindih.
Adakalanya, laki-laki (suami) bisa membantu perempuan (istrinya) cuci baju di rumah. Namun, tidak dalam hal memasak, ialah tetap tugas seorang perempuan Siri-Sori Islam.
Di kantor, laki-laki dan perempuan bisa memiliki jabatan yang sejajar. Bahkan, ada juga perempuan yang punya jabatan lebih tinggi dibanding laki-laki. Meski demikian, terkait pengambilan keputusan tetap berada di tangan laki-laki.
Adakalanya juga masyarakat Siri-Sori Islam yang tinggal di kota punya persepsi bahwa laki-laki harus mendapat porsi tanggungjawab lebih besar dibanding perempuan. Dalam hal kerja di kantor misalnya, perempuan Siri-Sori Islam tidak boleh menempati posisi lebih tinggi dari suaminya.
Itulah gambaran tentang persepsi masyarakat Siri-Sori Islam mengenai gender. Semoga, ulasan ini bisa memberi kita sedikit pengetahuan tentang orang Siri-Sori Islam, dan sebagai renungan untuk mengambil langkah-langkah strategis di masa mendatang.
Qashai Pelupessy
Maluku - Ambon
Kamis, 21 Mei 2020
Komentar
Posting Komentar