Di negeri penutur, orang bisa berhikayat apa saja,
tentang adat bersendikan agama,
agama bersendikan kitabullah,
kitabullah bersendikan Allah Ta'ala,
Di negeri penutur, orang bisa berhikayat apa saja,
tentang moyang bersilaturahmi antar-moyang,
tentang kita masuk ke mereka,
atau mereka masuk ke kita.
Di negeri penutur, di sini,
tak ada prasasti seperti di Kalimantan,
Sumatera, atau Jawa.
Tak ada lontar seperti di Bugis-Makassar.
Di negeri penutur, di sini,
Yang ada hanya Victoria, Amsterdam, dan Durstede,
Yang ada hanya surat-menyurat para Gubernemen Portugis, Spanyol, atau VOC.
Di negeri penutur, di sini,
Yang ada hanya lukisan-lukisan centil Rumphius,
atau catatan kecil studi Wallace,
menggema sampai ke Eropa,
dan masuk lagi ke Indonesia.
Di negeri penutur, di sini,
kita tak tahu siapa itu Pattimura,
sebagai kelompok atau individu,
Thomas Matulessy, Ahmad Lussy,
Said Perintah, atau Siapa?
Di negeri penutur, di sini,
kita bisa bicara Syaikh Maulana Malik Ibrahim,
Syaikh Maulana.. siapa,
ada di sana, ada di situ, atau di sini.
Di negeri penutur, di sini,
kata siapa Majapahit menguasai Nusantara?
Bro, di sini tak ada candi,
atau prasasti Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi,
tan ayun amuktia palapa, bla, bla,bla.
Di negeri penutur, di sini,
anak bangsa bisa berhikayat apa saja,
tentang aku, dia, mereka, atau kita.
Lorong Anggrek, Jumat 24 Juli 2020
Qashai Pelupessy
Komentar
Posting Komentar