Langsung ke konten utama

Kata "Tabea" sebagai Bentuk Motivasi Orang Maluku - Malut


Di artikel sebelumnya, beta telah ulas mengenai kata "tabea" sebagai wujud perilaku sopan-santun. Sekarang ini, beta akan bahas perihal kata tabea sebagai "daya tonjok psikologis" atau bisa kita maknai sebagai motivasi diri. Kata "tabea" biasa dipraktikkan ketika seorang pemuda berjalan di depan orang tua, maka ia harus nunduk sambil membungkukkan badan, terus ia katakan "tabea - permisi". 

Adakalanya juga kata "tabea" ini muncul dalam praktik tarian-tarian adat di Maluku, seperti tarian soya-soya (di Maluku Utara), dan sesekali kata itu juga diteriakkan para penari dalam tarian cakelele. Selain itu, kata tabea juga muncul dalam tradisi "arumbai manggurebe". Para kapitan atau malesi dalam beberapa kesempatan upacara adat, setelah mereka menutup sambutan akan dibarengi dengan teriakan, "tabea!" (dengan suara lantang), sontak masyarakat yang mendengar juga meneriakkan kata yang sama, "tabea!". 

Menurut beta, yang paling menarik ialah ketika kata tabea ini diteriakkan para kapitan dalam tarian soya-soya, cakelele, dan arumbai manggurebe. Dalam tarian soya-soya misalnya, para penari yang sedang memegang salawaku (tameng) di tangan kiri, dan ngana-ngana (pedang yang terbuat dari daun woka) di tangan kanan, dalam satu formasi bunga (gerak-gerik tarian) tertentu, mereka akan teriak "tabea!" secara bersamaan. 

Tarian soya-soya merupakan salah-satu jenis tarian perang di Maluku Utara. Konon tarian ini muncul saat proses pengusiran Portugis oleh Sultan Babullah pada abad 16 lalu di Ternate. Dalam proses pengusiran itu, sultan, para kapitan, dan pasukan bergerak ke benteng Sao Paulo, lalu Portugis di usir pakai pasukan soya-soya ini. Sebagai tarian perang, maka kata "tabea" ini digunakan sebagai bentuk "penyemangat" bagi para pasukan alih-alih penari. 

Dalam tradisi arumbai manggurebe, kata tabea juga muncul dalam teriakan personil arumbai. Arumbai ialah sejenis perahu tradisional. Panjang perahu ini sekitar 10 meter, tidak bercadik, ramping, dan bisa memuat 20 orang pendayung (belang). Biasanya, para belang terdiri dari anggota masyarakat dari dua desa beda agama yang memiliki ikatan pela (tali kekerabatan). Misalnya, orang Siri-Sori Islam ber-pela dengan Haria akan mendayung satu arumbai. 

Ketika arumbai ini mulai di dayung para belang, mereka secara bersama-sama akan berteriak "tabea" dalam situasi-situasi tertentu. Teriakan tabea ini sebagai bentuk penyemangat bagi para belang agar bisa mencapai tujuan. Tampak, kata tabea yang hadir dalam tradisi arumbai maupun tarian soya-soya itu dapat dimaknai sebagai kata "motivasi atau daya tonjok psikologis". 

Jika kita kontekskan esensi kata "tabea" ini dalam kehidupan sehari-hari, maka akan tampak perilaku motivasi saat kita berusaha meraih atau mewujudkan sesuatu hal yang kita inginkan, impikan, dan cita-citakan. Meminjam ulasan McClelland, ada tiga kebutuhan dasar yang biasa muncul dalam motivasi seseorang, yakni need of achievement (kebutuhan berprestasi), need of affiliation (kebutuhan bersosial), dan need of power (kebutuhan kekuasaan). Untuk mewujudkan ketiga kebutuhan dasar itu, mungkin kata tabea ini bisa menjadi instrumen yang pas dan tepat bagi masyarakat Maluku dan Maluku Utara (Malut). 

Qashai Pelupessy
Maluku - Ambon
Sabtu, 11 Juli 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Islam Masuk ke Siri-Sori Islam

Sampai detik ini, sejarah masuknya Islam ke pulau Saparua, tepatnya di negeri Siri-Sori Islam masih menjadi misteri. Ada pendapat mengatakan bahwa masuknya Islam ke Siri-Sori Islam tepat pada tahun 1212 masehi. Apakah pendapat ini benar demikian? Wallahua’lam. Jika kita mengatakan Islam masuk ke Saparua, tepatnya di Siri-Sori Islam pada abad 11/12 masehi, maka bisa dikatakan bahwa pendapat itu “hampir” benar adanya. Memang, pada abad 11/12 masehi ini Islam masuk ke Nusantara dibawa saudagar muslim asal Persia. Buktinya ialah pengaruh bahasa Persia dikalangan kerajaan-kerajaan Nusantara tentang kebiasaan duduk “bersila”. Kata “bersila” ini diserap dari kitab ‘Ajaib Al-Hind dikarang oleh muslim Persia bernama Buzurg bin Shariyar Al-Ramhurmuzi abad 11 masehi. Sekarang, mari kita tengok budaya kerajaan kita (di Siri-Sori Islam), apakah ada kebiasaan duduk “bersila” di hadapan raja? Wallahua’lam. Kalau kita lihat budaya kita, mustahil ada budaya duduk bersila dihadapan raja. Artinya, hal in...

Kata "Tabea" sebagai Wujud Perilaku Sopan-santun Orang Maluku - Malut

Dialah Dieter Bartels, antropolog asal Jerman yang sudah puluhan tahun melakukan studi di Maluku, mengatakan bahwa, meskipun orang Maluku itu punya watak keras dan terkadang diperankan sebagai "preman" di kota-kota besar, namun banyak juga orang Maluku yang punya perangai cerdas, cerdik, dan berpengetahuan luas. Artinya, stigma keras kepala alih-alih kurang beradab yang melekat pada orang Maluku ialah suatu kekeliruan yang cukup besar.  Orang Maluku yang beradab ini dapat kita lihat dalam praktik kebudayaan, ada terselip nilai-nilai etis yang sangat tinggi. Salah-satu budaya yang dapat kita perlihatkan di sini ialah kata "tabea", biasa dipakai dalam komunikasi sehari-hari atau dalam upacara adat tertentu. Hampir setiap daerah yang ada di Indonesia bagian timur, kata "tabea" ini tak asing lagi di dengar khayalak umum.  Di Bone, Sulawesi Selatan, misalnya, ada kata "tabea" (dengan penghilangan huruf a menjadi tabe). Beta pernah dengar ...

PSIKOLOGI KRITIS (Sedikit Catatan)

"Jangan-jangan, psikologi yang saya pahami adalah buah dari kerja-kerja relasi kuasa di luar sana, yang saya tidak mengerti, tapi diam-diam masuk dan kita meyakininya sebagai kebenaran. Parahnya, kita mempraktikkannya tanpa kesadaran kritis" (Jumat, 11 Oktober 2024).  Asumsi itu muncul setelah saya baru selesai mengikuti kegiatan Konferensi Nasional yang diadakan oleh Fakultas Psikologi UGM. Kegiatan ini mengangkat tema "Menyala Indonesiaku: Psikologi sebagai Pilar Kesehatan Mental Generasi Emas". Dalam kegiatan itu, ada satu kajian yang menarik perhatian saya yakni, psikologi diskursus atau psikologi kritis. Sebuah kajian yang sedang saya minati belakangan ini. Berikut ini adalah sedikit dari catatan saya mengenai kegiatan itu yang kemudian saya gabungkan/menyadur dari artikel Prof. Teguh Wijaya Mulya.  .................. Teori-teori psikologi yang sudah mapan belum tentu dapat digunakan secara langsung untuk membaca fenomena psikologis di Indonesia. Perlu melihat ...