Langsung ke konten utama

Kebenaran itu Relatif


Menurut anda apa itu kelompok radikal? 

Jawaban: Menurut saya, kelompok radikal ialah suatu kelompok yang pola pikirnya cenderung menganggap kebenaran itu absolut. Kebenaran hanya milik kelompoknya saja, sedangkan di luar kelompoknya tidak benar. Luaran dari pola pikir jenis ini tentu destruktif, menyengsarakan banyak orang. Sikap destruktif ini berlawanan dengan fakta di lapangan, bahwa kita ini sangat beragam. Satu kepala punya sudut pandang sendiri-sendiri. 

Kalau anda mengatakan kelompok radikal destruktif, lantas apa dan bagaimana solusinya? 

Jawaban: Karena setiap orang punya sudut pandang sendiri-sendiri, maka kita di tuntut oleh realita untuk bersikap inklusif bukan destruktif. Sikap inklusif ini menganggap kebenaran yang dipegang semua orang itu relatif. Tidak ada kebenaran absolut dalam dataran kemanusiaan. Sebab, kebenaran absolut hanya milik Tuhan semata, dan kita semua lagi berproses menuju ke sana (Tuhan). Karena setiap orang, bahkan saya sendiri, punya kebenaran relatif, maka dalam hal ini tidak ada paksaan dalam kebenaran. Solusi konkritnya ialah kelompok radikal harus dibenturkan dengan fakta di lapangan, bahwa ada keberagaman sosial. 

Menurut anda, kebenaran itu relatif, berarti agama anda Islam juga relatif? 

Jawaban: Yang saya maksud dengan kebenaran relatif ialah kebenaran yang di dalamnya terselip nilai-nilai kemanusiaan seperti keadilan, kesejahteraan, kemakmuran, dll. Semua kebenaran relatif ini tentu lagi berproses menuju kebenaran absolut (Tuhan). Di dalam agama saya sendiri, ada banyak mazhab dan penafsiran, yang semua ini tentu bersumber dari manusia. Semua produk manusia ialah relatif, sehingga kebenaran dalam agama saya juga relatif. Dan kita tahu, bahwa agama ini pun berproses sesuai tuntutan zaman (sejarah). Wajar, muncul banyak penafsiran atas agama. Kerelatifan kebenaran di sini pada posisi tertentu sangat baik. Yang mana, ketika kita menganggap bahwa kebenaran itu relatif, maka sikap kemanusiaan kita ialah lentur (inklusif), baik di internal agama maupun di luar agama. Karena kerelatifan ini, maka saya masih tetap memegang agama saya, Islam. 

Baiklah. Kalau begitu, mari kita ngopi, sebab di dalam gelas ini juga ada keberagaman, ada gula, kopi, dan air putih. 

Qashai Pelupessy
Maluku - Ambon
Selasa, 14 Juli 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Islam Masuk ke Siri-Sori Islam

Sampai detik ini, sejarah masuknya Islam ke pulau Saparua, tepatnya di negeri Siri-Sori Islam masih menjadi misteri. Ada pendapat mengatakan bahwa masuknya Islam ke Siri-Sori Islam tepat pada tahun 1212 masehi. Apakah pendapat ini benar demikian? Wallahua’lam. Jika kita mengatakan Islam masuk ke Saparua, tepatnya di Siri-Sori Islam pada abad 11/12 masehi, maka bisa dikatakan bahwa pendapat itu “hampir” benar adanya. Memang, pada abad 11/12 masehi ini Islam masuk ke Nusantara dibawa saudagar muslim asal Persia. Buktinya ialah pengaruh bahasa Persia dikalangan kerajaan-kerajaan Nusantara tentang kebiasaan duduk “bersila”. Kata “bersila” ini diserap dari kitab ‘Ajaib Al-Hind dikarang oleh muslim Persia bernama Buzurg bin Shariyar Al-Ramhurmuzi abad 11 masehi. Sekarang, mari kita tengok budaya kerajaan kita (di Siri-Sori Islam), apakah ada kebiasaan duduk “bersila” di hadapan raja? Wallahua’lam. Kalau kita lihat budaya kita, mustahil ada budaya duduk bersila dihadapan raja. Artinya, hal in...

Kata "Tabea" sebagai Wujud Perilaku Sopan-santun Orang Maluku - Malut

Dialah Dieter Bartels, antropolog asal Jerman yang sudah puluhan tahun melakukan studi di Maluku, mengatakan bahwa, meskipun orang Maluku itu punya watak keras dan terkadang diperankan sebagai "preman" di kota-kota besar, namun banyak juga orang Maluku yang punya perangai cerdas, cerdik, dan berpengetahuan luas. Artinya, stigma keras kepala alih-alih kurang beradab yang melekat pada orang Maluku ialah suatu kekeliruan yang cukup besar.  Orang Maluku yang beradab ini dapat kita lihat dalam praktik kebudayaan, ada terselip nilai-nilai etis yang sangat tinggi. Salah-satu budaya yang dapat kita perlihatkan di sini ialah kata "tabea", biasa dipakai dalam komunikasi sehari-hari atau dalam upacara adat tertentu. Hampir setiap daerah yang ada di Indonesia bagian timur, kata "tabea" ini tak asing lagi di dengar khayalak umum.  Di Bone, Sulawesi Selatan, misalnya, ada kata "tabea" (dengan penghilangan huruf a menjadi tabe). Beta pernah dengar ...

Kata "Tabea" sebagai Bentuk Motivasi Orang Maluku - Malut

Di artikel sebelumnya, beta telah ulas mengenai kata "tabea" sebagai wujud perilaku sopan-santun. Sekarang ini, beta akan bahas perihal kata tabea sebagai "daya tonjok psikologis" atau bisa kita maknai sebagai motivasi diri. Kata "tabea" biasa dipraktikkan ketika seorang pemuda berjalan di depan orang tua, maka ia harus nunduk sambil membungkukkan badan, terus ia katakan "tabea - permisi".  Adakalanya juga kata "tabea" ini muncul dalam praktik tarian-tarian adat di Maluku, seperti tarian soya-soya (di Maluku Utara), dan sesekali kata itu juga diteriakkan para penari dalam tarian cakelele. Selain itu, kata tabea juga muncul dalam tradisi "arumbai manggurebe". Para kapitan atau malesi dalam beberapa kesempatan upacara adat, setelah mereka menutup sambutan akan dibarengi dengan teriakan, "tabea!" (dengan suara lantang), sontak masyarakat yang mendengar juga meneriakkan kata yang sama, "tabea!".  ...

PSIKOLOGI KRITIS (Sedikit Catatan)

"Jangan-jangan, psikologi yang saya pahami adalah buah dari kerja-kerja relasi kuasa di luar sana, yang saya tidak mengerti, tapi diam-diam masuk dan kita meyakininya sebagai kebenaran. Parahnya, kita mempraktikkannya tanpa kesadaran kritis" (Jumat, 11 Oktober 2024).  Asumsi itu muncul setelah saya baru selesai mengikuti kegiatan Konferensi Nasional yang diadakan oleh Fakultas Psikologi UGM. Kegiatan ini mengangkat tema "Menyala Indonesiaku: Psikologi sebagai Pilar Kesehatan Mental Generasi Emas". Dalam kegiatan itu, ada satu kajian yang menarik perhatian saya yakni, psikologi diskursus atau psikologi kritis. Sebuah kajian yang sedang saya minati belakangan ini. Berikut ini adalah sedikit dari catatan saya mengenai kegiatan itu yang kemudian saya gabungkan/menyadur dari artikel Prof. Teguh Wijaya Mulya.  .................. Teori-teori psikologi yang sudah mapan belum tentu dapat digunakan secara langsung untuk membaca fenomena psikologis di Indonesia. Perlu melihat ...