Tak terasa, situasi pandemi covid-19 di Maluku sudah masuk bulan ke lima. Mengenang saat pertama kali virus ini masuk ke Maluku, semua orang tiba-tiba panik dan cemas.
Tak sedikit orang kala itu menjadi latah, kemudian berbelanja apa saja untuk keperluan sehari-hari selama pandemi. Para psikolog mengistilahkan gejala ini sebagai "panic buying" (kepanikan berbelanja).
Akibat kepanikan itu, akhirnya masyarakat Maluku terutama di kota Ambon mendorong pemerintah agar cepat mengeluarkan kebijakan menutup bandara dan pelabuhan. Masyarakat menginginkan Maluku di lockdown saja.
Seiring berjalannya waktu, pemerintah daerah lebih memilih memberlakukan PSBR (Pembatasan Sosial Berskala Regional) daripada lockdown. Pertimbangannya, arus logistik harus tetap masuk ke dalam provinsi, untuk khayalak umum, sehingga lebih baik PSBR saja.
PSBR membatasi ruang gerak masyarakat berpergian antar-wilayah dalam provinsi Maluku. Setiap orang di minta mematuhi protokol kesehatan yang ketat.
Lambat-laun, kebijakan PSBR berakhir. Namun, angka kurva covid-19 masih terus naik, terutama di kota Ambon. Naiknya kurva berdasarkan hasil rapid test dan PCR (swab test). Akhirnya, pemerintah kota Ambon mengusulkan PSBB ke Kemenkes Republik Indonesia.
Seiring dengan usulan PSBB, situasi sosial di kota Ambon sudah mengalami keretakan di sana-sini. Mencuat beberapa masalah sosial seperti rasa tidak percaya dan prasangka dari masyarakat terhadap pemerintah daerah.
Pertanyaannya, "Apa yang melatarbelakangi sehingga muncul keretakan sosial seperti itu? Bagaimana kita menyikapinya?" Berdasarkan hasil pengamatan, dan sedikit refleksi dengan bantuan kacamata psikologi politik, kami menemukan ada beberapa faktor yang melatarbelakangi keretakan sosial tersebut.
Faktor-faktor yang akan kami jabarkan bersifat multidimensional. Faktor pertama, budaya ingkar janji yang sering dilakukan para "pejabat politisi", sudah tertanam lama dalam benak masyarakat. Istilah "pejabat politisi" harus kita bedakan dengan makna "politisi pejabat".
"Pejabat politisi" adalah individu yang cenderung perilaku politiknya berlawanan dengan nilai-nilai etika politik seutuhnya. Sedangkan, "politisi pejabat" ialah individu yang memahami nilai-nilai etika politik serta berusaha mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pejabat politisi inilah yang belakangan menjadi patokan masyarakat melampiaskan unek-uneknya. Masyarakat kecewa dengan janji-janji manis para pejabat politisi, yang sering ingkar janji. Bagaikan gunung es, yang menjulur ke dasar laut, perilaku ingkar janji akhirnya membuahkan prasangka sosial.
Situasi itu juga diperkuat faktor kedua yakni budaya materialistik dalam masyarakat perkotaan, dan juga pedesaan. Setiap kebijakan pemerintah akan di lihat sebagai upaya memperkaya diri sendiri, alih-alih menganggap pejabat akan melakukan korupsi.
Budaya materialistik ini sangat terasa denyutnya di musim kampanye. Sudah menjadi rahasia umum, pada saat hari-H pencoblosan, para calon akan datang menggedor-gedor pintu-pintu rakyat untuk memberi sumbangan materil. Dengan santainya, masyarakat maklum dengan tabiat tersebut.
Itulah wujud budaya materialistik. Sudah tertanam lama dalam benak masyarakat. Gaya politik transaksional, politik uang, dan perilaku materialistik, sudah satu komplit. Jangan heran, muncul tabiat masyarakat yakni sering "lur-lur" pintu pemerintah saat mau keluarkan kebijakan tertentu, pasti di pandang sedang mencari keuntungan pribadi.
Terkahir, faktor ketiga ialah minat baca rendah disertai daya analisis amburadul. Belakangan muncul banyak sentimen daripada argumen. Sentimen cenderung "iko hati pung mau". Ah karena beta seng suka dia jadi beta seng sepakat, inilah wujud sentimen.
Beda halnya dengan argumen. Tabiat argumen selalu berpijak pada pendapat ilmiah. Satu pendapat akan di pertimbangkan matang-matang, melalui prosedur logika kritis. Budaya ini tidak terasa dalam masyarakat kita.
Itulah beberapa faktor yang melatarbelakangi munculnya keretakan sosial di tengah-tengah masyarakat. Faktor-faktor itu yang menjadi masalah utama kita seutuhnya. Lantas, darimana kita harus memperbaikinya?
Muh Kashai Ramdhani Pelupessy
(Nama pena: Qashai Pelupessy)
Maluku - Ambon
Kamis, 09 Juli 2020
Komentar
Posting Komentar