Bagaimana kabar kuburan tua? Kau tampak belum terawat kah (?). Mungkin, kita terlalu bangga dengan peninggalan BPS (Belanda, Portugis, dan Spanyol), berupa benteng, dll.
Sedangkan, kuburan tua ini (dan juga kuburan-kuburan tua lainnya) terkesan di lupakan.
Dalam kesempatan ini, kita tidak bicara, apakah angka Arab itu menunjukkan tahun Hijriah atau Masehi. Juga tidak bicara, siapa pemiliknya, karena nisan tanpa nama.
Intinya, di dalam sana ada nyawa. Yang semestinya harus di rawat, perlu mendapat perhatian penuh oleh pemerintah daerah (pendidikan, kebudayaan, dan parawisata).
Paling tidak, kuburan tua itu harus di atur rapih. Bersih. Dan enak di pandang siapa saja. Kalau ada anak cucu bermain ke situ, mereka bisa merasa bahagia.
Kalau kita bicara efek dari perawatan kuburan tua, tentu sangat banyak. Pada sektor parawisata, akan mendatangkan berkah materil. Pada sektor pendidikan, akan menghasilkan berkah moril, terkhusus kepada anak-cucu lebih tebal adabnya.
Berkaca dari makam-makam para Wali Songo di tanah Jawa sana. Setiap kuburan mendongkrak perekonomian masyarakat. Yang berkunjung ke sana juga merasa bahagia, paling tidak mereka tahu asal-usulnya.
Kalau bisa, di Maluku juga seperti itu. Apakah hal ini layak di pikirkan? Wallahua'lam.
Qashai Pelupessy
Maluku - Ambon
Selasa, 07 Juli 2020
Komentar
Posting Komentar