Hati-hati terhadap lelucon kecil., di dalam setiap lelucon politik selalu terselip sebuah revolusi kecil (George Orwell - Sastrawan Inggris).
Menurut beta, hanya ada dua politisi Indonesia yang sering mengundang gelak tawa rakyat. Mereka ialah Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Wahid Hasyim (ayahanda Gus Dur).
Suatu hari, pertengahan tahun 1942, Saifuddin Zuhri mendapat panggilan dari Wahid Hasyim agar menemui beliau di Jakarta. Tepat di hotel Des Indes, hotel kelas satu. Berikut percakapan dua tokoh tersebut.
"Apa artinya tahap baru dalam perjuangan kita, gus?" (Saifuddin bertanya).
"Setan gundul ini - tentara Jepang," (Kata Wahid Hasyim), "merasa peperangan antara mereka dengan sekutu memakan waktu lama dan memerlukan kelengkapan perang yang bukan main. Setan gundul ini tahu bahwa ulama mempunyai pengaruh yang besar di kalangan rakyat kita. Setan gundul sedang memerlukan dukungan rakyat. Nah, kini kita memasuki tahap baru dalam perjuangan, yakni menghadapi Jepang sebagai penjajah baru".
"Bagaimana menghadapi Jepang, yang sangat kuat, dan mempunyai angkatan perang yang sanggup menaklukkan seluruh dataran Tiongkok, Filipina, Thailand, Malaya, dan Indonesia?" (Saifuddin bertanya).
"Saudara ingat, dongeng-dongeng Al-Baidaba tentang cerita dunia binatang. Singa dan harimau sebagai raja hutan, toh bisa dikalahkan kancil, dan kancil masih dikalahkan siput!".
Ketika Saifuddin ingin bertanya lagi tentang hubungan cerita Baidaba dengan teori perjuangan, Wahid Hasyim menjawab, "Kita pakai ini," sambil menunjuk keningnya, "Kita harus pakai otak dan pikiran. Kita bisa menjadi 'kancil' dalam menghadapi singa dan serigala".
"Lantas bagaimana caranya gus?" (Saifuddin bertanya).
"Saya akan ubah teori Al-Baidaba, janganlah kancil bermusuhan dengan siput, tetapi harus bersahabat".
Saifuddin diam sejenak.
"Saya beritahu saudara," lanjut Wahid, "Itu bangsa - Jepang - menamai dirinya Nippon. Di kalangan santri, Nippon yang oleh Jepang diucapkan nippong, itu artinya 'nipu wong', menipu orang!".
Nippong diplesetkan menjadi nipu wong, wkwkwk.
[Cerita itu dilansir dari buku Dr. Miftahuddin berjudul "KH. Wahid Hasyim, Peletak Dasar Islam Nusantara", terbit tahun 2017].
Qashai Pelupessy
Maluku - Ambon
Selasa, 14 Juli 2020
Komentar
Posting Komentar