Di artikel sebelumnya, beta sudah ulas mengenai tradisi "foso" (https://qashaitukel.blogspot.com/2020/07/tradisi-foso-orang-ternate.html?m=1). Sekarang ini, beta akan bahas mengenai tradisi "boboso". Tradisi ini sudah lama di praktikkan masyarakat Ternate, Maluku Utara.
Sebagaimana fungsi tradisi "foso" ialah sebagai hukum etika, tradisi "boboso" ini pun juga punya fungsi yang sama dengan "foso". Namun, di antara kedua tradisi itu memiliki status hukum yang agak berbeda.
Status tradisi "foso" ini terbilang cukup "keras". Karena bagi yang melanggar tradisi tersebut akan ditimpa musibah seperti gempa, gunung meletus, hujan yang berkepanjangan, dst. Sebaliknya, status tradisi "boboso" ini terkesan agak lembek.
Dalam ajaran Islam, status hukum tradisi "boboso" ini mirip dengan "sunnah", meskipun tidak berarti sama persis. Sebab, bagi yang menjalankan tradisi itu akan diapresiasi masyarakat, sebaliknya yang melanggar tidak apa-apa.
Praktik tradisi "boboso" hampir ditemukan di semua daerah. Misalnya, larangan potong kuku di malam hari, harus tutup pintu menjelang adzan maghrib, dst. Jika dilakukan akan mendapat apresiasi, namun kalau dilanggar tak jadi masalah.
Terkadang, tradisi "boboso" ini mendatangkan hikmah tersendiri bagi masyarakat. Yakni, membuat masyarakat lebih beradab. Seperti larangan tidak boleh potong kuku di malam hari, ini punya hikmah bahwa pada malam hari semua makhluk hidup butuh istirahat termasuk kuku kita.
Menghormati sesama makhluk ciptaan Tuhan ini penting. Karena dengan saling menghormati, maka kita dapat dihargai oleh pemiliknya, yakni Tuhan yang Maha Esa. Inilah hikmah dibalik tradisi "boboso", sampai sekarang masih dipraktikkan masyarakat Ternate, Maluku Utara.
Qashai Pelupessy
Maluku - Ambon
Senin, 20 Juli 2020
Komentar
Posting Komentar