Langsung ke konten utama

Semangat dibalik Tradisi Baru Orang Siri-Sori Islam: Pamanawa dan RHJ


Ada dua pepatah kuno bunyinya begini, 

(1) "Tangan kanan memberi, tangan kiri tak boleh tahu".

(2) "Hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri".

Dua pepatah kuno itu bukan frasa tanpa makna, melainkan mengandung hikmah yang sangat dalam. Dari pepatah pertama itu kita akan menemukan hakikat "keihklasan", sedangkan pepatah kedua mengandung hikmah "berjuang untuk negeri asal" atau dalam bahasa orang tua-tua kita sering bilang, "inga diri bae-bae". 

Dua pepatah kuno itu akan menjadi lebih selaras jika kita kaitkan dengan esensi "Ipika Mese-Mese", yang di dalamnya terkandung perilaku khas orang Siri-Sori Islam yakni "sa inoro'o sa". Dalam konteks modern yang penuh dengan tindak-laku individual-egois, maka "sa inoro'o sa" menjadi spirit yang sangat penting untuk bergerak bersama-sama. Dalam istilah psikologi, tindakan bersama-sama ini di sebut "striking force psychology" (daya tonjok psikologis - motivasi sosial). 

Oleh karenanya, jangan heran muncul tradisi yang semangatnya di ambil dari tindak-laku "sa inoro'o sa" ini seperti "ilowue basudarao". Sampai detik ini, alhamdulillah, "ilowue basudarao" sudah menjadi tradisi laten orang Siri-Sori Islam. Tradisi ini lahir atas dasar kesepakatan para tetuah sekitar 5 dekade yang lalu. 

Biasanya, tradisi lahir dari suatu kesepakatan menjadi perilaku hidup sehari-hari, dari perilaku menjadi kebiasaan, dari kebiasaan menjadi budaya, dan dari budaya akan menjadi peradaban yang cemerlang di kemudian hari. Jika kita amati secara seksama, maka kita akan temukan bahwa, semangat "ilowue basudarao" ini persis sama dengan spirit para pemuda Siri-Sori Islam melahirkan dua kelompok arisan di Ambon, yaitu RHJ (Rencana Harus Jelas) dan Pamanawa (Pemuda Kabaresi - Berani).

Artinya, semangat RHJ dan Pamanawa ini tentu ialah "sa inoro'o sa". Watak ini tak bisa kita nafikan begitu saja dari perilaku hidup orang Siri-Sori Islam di mana pun berada. Ada kalimat kuno bunyinya begini, "setiap orang tidak bisa hidup sendiri, pasti membutuhkan orang lain". Inilah semangatnya. 

Dari perspektif kebudayaan, jika dua kelompok arisan itu akan berjalan sampai puluhan tahun kemudian, maka bisa dikatakan bahwa pasti muncul tradisi baru untuk orang Siri-Sori Islam di samping "ilowue basudarao" ialah Pamanawa dan RHJ. Tentu, hal ini punya maslahat yang begitu besar bagi umat ke depan, dan akan menjadi amal jariyah bagi pemuda yang menginisiasi dua kelompok arisan tersebut. 

Secara teknis dampaknya dari keberadaan Pamanawa dan RHJ ini tentu ialah berupa sumbangan materil dan moril bagi umat di kampung, dan terkhusus ialah untuk pribadi masing-masing. Biasanya, Pamanawa dalam seminggu sekali kumpul bisa meraih rata-rata sekitar 8 juta. 

Kalau 8 juta ini kita kalikan sebulan maka hasilnya 32 juta. Tentu, dari 32 juta akan di ambil berapa persen darinya yang nantinya di sumbangkan ke kampung. Inilah yang di sebut "sa inoro'o sa". Jadi, semangatnya sama dengan "ilowue basudarao" dengan sedikit polesan yang agak modern. InsyaAllah berkah untuk ummat. Aamiin. 


Lorong Anggrek, 
Minggu 26 Juli 2020

Qashai Pelupessy (Pamanawa)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permainan Hidup

Di saat realita berganti wajah,  kau hadir, selalu tanpa esensi.  Kadang kau bahagia, hari ini kau sengsara,  besok kau memuakkan.  Hidup. Memang sebatas permainan.  Gelar yang kau bawa ke mana-mana,  di tempel di atas almanak,  undangan, koran, brosur, pamflet,  dan sejenisnya,  tak ku temukan esensi di sana.  Memang, hidup hanya sebatas permainan.  Aku melihat, sarjana hukum,  tak paham arti keadilan.  Aku melihat, sarjana ekonomi,  tak paham arti kesejahteraan.  Aku melihat, sarjana fisika, kimia, tak paham arti keharmonisan alam.  Aku melihat, sarjana sosiologi,  tak paham arti kerukunan.  Aku melihat, sarjana politik.  tak paham arti etika politik.  Aku melihat, sarjana filsafat,  tak paham arti kebijaksanaan. Kau hadir, selalu tanpa esensi.  Memang, hidup sebatas permainan.  Hanya sedikit yang p aham arti keadilan, kesejahter...

Jalan-jalan ke Benteng Amsterdam, Bertemu Putri Duyung-nya Rumphius

Hari ini, beta ingin menceritakan tentang pengalaman beta jalan-jalan ke benteng Amsterdam, desa Hila, kecamatan Leihitu, Maluku Tengah. Di Maluku, benteng-benteng peninggalan Portugis, Belanda, dan Spanyol terlampau banyak.  Ada benteng Victoria di pusat kota Ambon, benteng Durstede di pulau Saparua, benteng Orange di Ternate, benteng Kastela, benteng Toloko, dan masih banyak lagi. Hadirnya beberapa benteng ini membuktikan bahwa Maluku pada masanya sempat menjadi pusat perniagaan rempah-rempah.  Dalam beberapa catatan sejarah, seperti yang di tulis Adnan Amal, bahwa setiap benteng memiliki fungsinya masing-masing. Misalnya, benteng Victoria atau benteng Kastela, biasanya digunakan sebagai kantor Gubernur. Ada juga benteng yang berfungsi sebagai lokasi pertahanan, seperti benteng Toloko.  Selain itu, ada juga benteng yang digunakan sebagai tempat penyimpanan rempah-rempah (loji), seperti benteng Amsterdam. Benteng Amsterdam ialah salah-satu benteng yan...

"MITOS PRIBUMI MALAS"

( Ilustrasi pribumi. Lukisan ) Istilah "mitos pribumi malas" ini saya temui dari buku hasil penelitian yang ditulis Tania Murray Li dan Pujo Semedi (2022). Buku itu berjudul "Hidup Bersama Raksasa". Maksudnya, masyarakat hidup bersama perusahaan perkebunan. Kembali ke soal istilah, "Apakah pribumi kita benar-benar berwatak pemalas? Ataukah ini hanya mitos saja agar kita merasa inferior dalam mengelola sumber daya yang ada secara mandiri dan harmonis?" Jika kita periksa lembar-lembar sejarah, kita akan temui banyak fakta tentang mustahilnya pribumi kita punya watak pemalas. Kalau pribumi kita pemalas, maka tidak mungkin waktu itu pribumi kita bisa membuat perahu lalu mengarungi samudra sampai ke Madagaskar. Mustahil juga pribumi kita waktu itu melakukan perdagangan internasional sampai di anak benua India, lalu dari situ bahan-bahan dagang kita (putik cengkih, lada, dan pala) tersebar ke seluruh Eropa.  Usaha pribumi kita melakukan perdagangan internasional...

Baileo sebagai Tempat Musyawarah ("Hablumminannas?)

Baileo (rumah adat), di berbagai negeri/desa punya bentuk/arsitektur yang cukup beragam. Ada Baileo patasiwa dan ada patalima. Ulasan patasiwa dan patalima punya kontroversi tersendiri (bisa baca di buku Bartels). Karena kontroversi, maka Beta tidak masuk ke pembahasan tsb. Beta mau lihat, sejauhmana makna bangunan Baileo ini dibalik kepala orang Maluku. Baileo identik dengan istilah "balai" (istilah ini masih di perdebatkan), adalah tempat musyawarah para tetuah. Dalam sejarah manusia (bisa baca buku Yuval Noah Harari), masyarakat mulai mengenal sistem musyawarah ini sejak manusia lepas dari sistem berburu-meramu-nomaden. Harari mengatakan, perpindahan dari sistem berpikir nomaden ke masyarakat "fiksi - kognitif" yang mengandalkan akal sebagai alat musyawarah, adalah loncatan peradaban yang sangat luar biasa sekali. Artinya, jika kita turunkan ulasan ini ke makna "Baileo" maka sebetulnya masyarakat kita zaman dulu punya sistem berpikir yang s...